SHALAWAT DALAM SHALAT
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ
بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا من يهده اللَّهُ
فَلاَ مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Renungan
Imam Nawawi dalam kitab
Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab berkata : Imam Syafi’I berkata :
إذَا
وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي خِلَافَ سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقُولُوا بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَدَعُوا قَوْلِي
"Apabila kalian
mendapatkan di kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka jadikanlah sunnah Rasulullah sebagai dasar
pendapat kalian dan tinggalkanlah apa yang aku katakan." (An-Nawawi dalam
kitab Al-Majmu’ 1/63; lihat Al-Harawi di kitab Dzammu Al-Kalam 3/47/1,)
Dalil
dan Pengertian Shalawat
QS. Al-Ahzab 33 : 56
إِنَّ
اللهَ وَمَلََائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk
Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata
:
قال
البخارى : قال ابو العالية : "صلاةُ اللهِ تعالى ثَنَاؤُهُ عليه عند الملا
ئكةِ, وصلاةُ الملا ئكةِ الدعاءُ"
Bukhari berkata, “Kata Abu Aliyah, ‘Shalawat Allah
terhadap Nabi adalah pujian dan sanjungan-Nya terhadapnya di depan malaikat,
sedang shalawat dari malaikat berarti doa mereka. [Fiqih Sunnah 2, hal. 281].
Hukum Membaca Shalawat Dalam Shalat
Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata :
فلم يكن فرض الصلاةَ عليه في مَوْضِع أولى منه في الصلاةِ
ووجدْنَا الدَّلَالَةَ عن رسول الله صلى الله عليه وسلم بِمَا وَصَفَتْ من أن
الصلاةَ على رسولِه صلى الله عليه وسلم فرض في الصلاةِ والله تعالى أعلم
Maka tidak ada tempat yang lebih utama untuk
bershalawat selain pada shalat, sebagaimana yang disyaratkan oleh Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam, bahwa bershalawat kepadanya ketika shalat adalah
fardhu. Wallaahu a’lam.
[Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 183;l ihat Bidayatul
Mujtahid 1, hal. 290; lihat Al-Adzkar, hal. 109; lihat Tafsir Imam
Syafi’i 3, hal. 319].
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata
:
Hukum membaca Shalawat ke atas Nabi ini tidak
wajib, tetapi sunnah. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Tirmidzi dan dinyatakan shahih, begitu pula Ahmad dan Abu Dawud, dari Fudhalah
bin Ubaid yang berkata,
“Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar
seorang laki-laki yang tengah membaca doa dalam shalatnya dan ternyata dia
tidak membaca shalawat ke atas Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Orang ini tergesa-gesa’ Kemudian Nabi
memanggil orang itu, lalu berkata kepadanya atau kepada lainnya, ‘Apabila salah
seorang diantara kamu mengerjakan shalat, hendaklah mulainya dengan memuji
Allah, kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Setelah itu hendaklah ia membaca menurut apa yang telah ditentukan Allah’” (HR.
Tirmidzi, Ahmad, Abu Dawud)
Selanjutnya Sayyid Sabiq mengutip pendapat
As-Saukani yang mengatakan, “Aku tidak menemukan dalil yang kuat dalam masalah
kewajiban membaca shalawat”
[Fiqih Sunnah 1, hal. 244].
Ibnu hajar Al-Asqalani dalam kitab Bulughul
Maram mengutip hadits dari Abu Mas’ud Al-Anshari Rhadiallaahu ‘anhu dimana
dia berkata,
قَالَ
بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! أَمَرَنَا اَللَّهُ أَنْ نُصَلِّيَ
عَلَيْكَ , فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ ? فَسَكَتَ , ثُمَّ قَالَ : " قُولُوا
: اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ , وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ , كَمَا صَلَّيْتَ
عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ , وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ , وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ,
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي اَلْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ
مَجِيدٌ . وَالسَّلَامُ كَمَا عَلَّمْتُكُمْ
“Basyir Ibnu Sa'ad bertanya: Wahai Rasulullah,
Allah memerintahkan kepada kami untuk bersholawat padamu, bagaimanakah cara
kami bersholawat padamu? beliau diam kemudian bersabda: "Ucapkanlah:
(artinya = Ya Allah limpahkanlah rahmat atas Muhammad dan keluarganya
sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat atas Ibrahim. Berkatilah Muhammad dan
keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkati Ibrahim. Di seluruh alam ini
Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung), kemudian salam sebagaimana yang telah kamu
ketahui." Diriwayatkan oleh Muslim 405.. Dalam hadits tersebut Ibnu
Khuzaimah menambahkan: "Bagaimanakah cara kami bersholawat padamu, jika
kami bersholawat padamu pada waktu sholat."
[Bulughul Maram, hal. 129].
Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalaam berkata
:
والحديثُ
دليلٌ على وجوبِ الصلاةَ عليه صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم في الصلاةِ؛ لظاهِرِ الْأمْرِ،
أعْنِي: "قولوا" وإلى هذا ذهب جماعةٌ من السلفِ، والأئمةِ، والشافعِي،
وإسحقَ، ودليلُهم: الحديثُ مع زيادتِهِ الثابِتَةِ
Hadits ini merupakan dalil atas wajibnya membaca
shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallaahu
‘alaihi wasallam di dalam shalat, berdasarkan zahir hadits di atas, yakni sabda
beliau, “Ucapkanlah”, inilah pendapat beberapa ulama salaf, beberapa imam,
Syafi’i dan Ishaq, dalilnya adalah hadits ini dan beberapa tambahan yang telah
diyakini kesahihannya.
[Subulussalam 1, hal. 515].
Asy-Syaukani berkata :
Sabda beliau di dalam
hadits tadi (”ucapkanlah”) dijadikan dalil sebagai dalil wajibnya bershalawat
untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam setelah tasyahud. Ini adalah pendapat
Umar dan putranya, Ibnu Mas’id, Jabir bin Zaid, Syafi’’I, Muhammad bin Ka’ab
Al-Qurdhi, Abu Ja’far Al Baqir, Hadi, Qasim, Syafi’I, Ahmad bin Hanbal, Ishaq,
Ibnu Mawazi, Abu Bakar bin Arbi.
Namun jumhur
berpendapat tidak wajib. Yang berpendapat demikian adalah Malik, Abu Hanifah
dan para pengikutnya, Tsauri, Auza’I, Ahlul Bait dan lainnya. Ath-Thabari dan
Thahawi berkata : Sudah menjadi kesepakatan (ijma’) para ulama Mutaqoddimin dan
Mutaakhirin bahwa membaca shalawat itu tidak wajib.
[Nailul Authar
2/200 (1/547)].
Bacaan Shalawat Dalam Shalat
Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata :
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata,
“Wahai Rasulullah, bagaimana kami bershalawat untukmu, yakni dalam shalat?” Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab’ “Ucapkanlah,
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ , وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ , كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى
مُحَمَّدٍ , وَ آلِ مُحَمَّدٍ , كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ثُمَّ تُسَلِّمُوْنَ عَلَيَّ
‘Ya Allah berilah rahmat kepada Muhammad dan
keluarganya sebagaimana telah Engkau memberi rahmat kepada Ibrahim. Berkatilah
Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkati Ibrahim’ kemudian
kamu mengucapkan salam kepadaku,” (HR. Abu Dawud no. 96)
[Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 183; Musnad
Syafi’i 1, hal. 212].
Imam Nawawi dalam kitab Raudhatuth Thalibin berkata :
Sekurang-kurangnya
dalam membaca Shalawat kepada Nabi dengan membaca :
" اللَّهُمَّ صَلِّ على
مُحَمَّدٍ" او " صَلّى الله عَلَى رَسُولِهِ"
‘Ya Allah berilah
rahmat kepada Muhammad” atau ”Semoga Allah menyampaikan salam kepada RasulNya”
Adapun bacaan tasyahud
yang paling sempurna yaitu :
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ , كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ , وَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ,
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ , كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ , إِنَّكَ
حَمِيدٌ مَجِيدٌ
”Ya Allah limpahkanlah
rahmat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan
rahmat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Berkatilah Muhammad dan keluargan
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia" (HR. Bukhari)
[Raudhatuth
Thalibin 1/ (1/566)]
Imam Ghazali dalam
kitab Ihya ’Ulumiddin mengutip hadits dari Rasulullah Shallallahu
’alaihi wasallam, dimana ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, bagaimana
kami bershalawat untukmu?”
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab’
“Ucapkanlah,
اللَّهُمَّ
صَلِّ على مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَعَلى آلِه وَأزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِه، كما صَلَّيْتَ على ابْرَاهِيمَ وَ آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبارِكْ على
مُحَمَّدٍ وَأزْوَاجِهِ وَذُرّيَّتِهِ،
كما بارَكْتَ على إِبْرَاهِيمَ وَ
آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ
مَجِيدٌ
‘Ya Allah limpahkanlah rahmat atas, Muhammad,
hambaMu, dan atas keluarganya dan isteri-isterinya serta keturunannya,
sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat atas Ibrahim dan keluarganya.
Berkatilah Muhammad, dan isteri-isterinya serta keturunannya, sebagaimana
Engkau telah memberkati Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji dan Maha Mulia,”” (HR. Abu Dawud)
[Ihya ‘Ulumiddin 1, hal. 418].
Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari dalam kitab Fathul
Mu’in berkata :
Disunnatkan membaca shalawat pada tasyahud akhir
dengan sesempurna mungkin, yaitu :
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ , كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ , وَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ,
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ , كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ , إِنَّكَ
حَمِيدٌ مَجِيدٌ
”Ya Allah limpahkanlah
rahmat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan
rahmat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Berkatilah Muhammad dan keluargan
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati Ibrahim dan keluarga Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia"
[Fathul Mu’in 1, hal.
218[.
Imam Asy-Syaukani
dalam kitab Nailul Authar mengutip hadits-hadits tentang shalawat
berikut :
Dari Abu Mas’ud,ia
berkata, ”Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam datang kepada kami ketika
kami sedang berada di Majlis Sa’d bin Ubadah, lalu Basyir bin Sa’d berkata
kepada beliau, ”Allah ta’ala telah memerintahkan kami untuk bershalawat
kepadamu wahai Rasulullah, bagaimana kami bershalawat kepadamu?” Lalu
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam terdiam, sampai-sampai kami
berandai-andai, sekiranya saja ia tidak bertanya kepada beliau tentang itu,
tetapi kemudian Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ’Ucapkanlah,
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ , كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ, وَبَارِكْ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ , كَمَا
بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ, إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
ولأحمد
في لفظ آخر نحوه وفيه:
فكيف نصلي عليك إذا نحن صلينا في صلاتنا
”Ya Allah limpahkanlah rahmat atas Muhammad dan
keluarga Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat atas keluarga
Ibrahim. Berkatilah Muhammad dan keluargan Muhammad sebagaimana Engkau telah
memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha
Mulia", sedang tentang salam, kalian sudah tahu’” (HR. Ahmad, Muslim,
An-Nasa’i dan At-Tirmidzi, ia menshahihkannya)
Dalam riwayat Ahmad pada lafadz lainnya dituturkan
seperti itu, dan di dalamnya terdapat redaksi : “Lalu bagaimana kami
bershalawat untukmu apabila kami bershalawat di dalam shalat kami?”
Dari Ka’ab bin ’Ujrah, ia berkata, ” Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam datang kepada kami, lalu kami berkata, ’Wahai
Rasulullah, kami telah mengerti –atau telah mengetahui- tentang mengucapkan
salam penghormatan kepadamu, lalu bagaimana cara bershalawat kepadamu?’ Beliau bersabda, ’Ucapkanlah :
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ , كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ, إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ,
َللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ , كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ, إِنَّكَ
حَمِيدٌ مَجِيدٌ
”Ya Allah limpahkanlah
rahmat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan
rahmat atas keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. Berkatilah
Muhammad dan keluargan Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga
Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia" (HR. Jamaah)
Kesimpulan
:
- Para ulama berbeda pendapat tentang
hukum mebaca shalat dalam shalat, sebagian berpendapat wajib, sebagian
berpendapat sunnah.
- Shalawat yang dibaca dalam shalat
boleh memilih salah satu dari shalawat-shalawat yang diriwayatkan dalam
hadits-hadits yang sahih.
Wallahu a’lam.
Sumber Rujukan :
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara,
Jakarta, 2006.
-Ibnu
Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995.
-Imam
Nawawi, Al-Adzkar, Darl Ihya’ Indonesia, 2008.
-Syaikh
Ahmad Musthafa Al-Farran, Tafsir Imam Syafi’i, Almahira, Jakarta, 2007.
-Imam
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Asy-Syifa, Semarang
-Zainuddin
bin Abdul Aziz al-Maliabari al-Fanani , Fat-hul Mu’in, Sinar Baru
Algensindo, Bandung, 2006
-Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab Al-Umm, Pustaka
Azzam, Jakarta, 2005
-Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus
salam, Darus Sunnah Press, Jakarta, 2006
-Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka
Amani, Jakarta, 2002
-Imam Nawawi Raudhatuth Thalibin, Pustaka Azzam, Jakarta,
2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar