Selasa, 02 Agustus 2016

MENGHAJIKAN ORANG LAIN

MENGHAJIKAN ORANG LAIN
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

إنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

Sayyid Sabiq mengatakan, “Barangsiapa yang telah memiliki kesanggupan untuk pergi haji kemudian berbalik lemah karena sakit atau usia lanjut, wajiblah ia mencari pengganti yang akan mengerjakan haji atas namanya, karena ia tidak mungkin lagi melakukannya sendiri karena kelemahannya, hingga tak ubahnya seperti orang yang meninggal dunia dan digantikan oleh orang lain” [Fiqih Sunnah 1/314]

Hadits-hadits dan Pendapat Ulama Tentang Menghajikan Orang Lain
Dari Ibnu Abbas ra:
إنَّ امْرَأَةً مِنْ خَتْعَمٍ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أَبِى أَدْرَكَتْهُ فَرِيْضَةُ اللهِ فِى الْحَجِّ شَيْخًا كَبِيْرًا لاَيَسْتَطِيْعُ أَنْ يٍَْتَوِيَ عَلَى ظَهْرِ بَعِيْرِهِ قَالَ فَحُجِّى عَنْهُ
 "Seorang perempuan dari kabilah Khats'am bertanya kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, ayahku telah wajib haji tapi dia sudah tua renta dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan?". Jawab Rasulullah: "Kalau begitu lakukanlah haji untuk dia!" (HR. Tirmidzi 928; Ahmad 1818. Abu Isa berkata : Hadits hasan shahih)
 Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas:
إِنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّى نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ حُجِّى عَنْهَا أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكَ دَيْنٌ أَكُنْتَ قَاضِيَّةً ؟ أُقْضُوا اللهَ فَاللهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ
" Seorang perempuan dari bani Juhainah datang kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam, ia bertanya: "Wahai Nabi, Ibuku pernah bernadzar ingin melaksanakan ibadah haji, hingga beliau meninggal padahal dia belum melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah aku bisa menghajikannya?. Rasulullah menjawab: Ya, hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya hutang kamu juga wajib membayarnya bukan? Bayarlah hutang Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi" (HR. Al Bukahri 1852; Baihaqi 12978; dan An Nasa’i)

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
الْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ النَّاذِرَ بِالْحَجِّ إذَا مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ أَجْزَأَهُ أَنْ يَحُجَّ عَنْهُ وَلَدُهُ وَقَرِيبُهُ ، وَيُجْزِئُهُ عَنْهُ وَدَلَّ عَلَى وُجُوبِ التَّحْجِيجِ عَنْ الْمَيِّتِ سَوَاءٌ أَوْصَى أَمْ لَمْ يُوصِ ؛ لِأَنَّ الدَّيْنَ يَجِبُ قَضَاؤُهُ مُطْلَقًا وَكَذَا سَائِرُ الْحُقُوقِ الْمَالِيَّةِ مِنْ كَفَّارَةٍ وَنَحْوِهَا .وَإِلَى هَذَا ذَهَبَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَأَبُو هُرَيْرَةَ وَالشَّافِعِيُّ .
Hadits ini merupakan dalil yang menjelaskan bahwa apabila seseorang bernadzar untuk menunaikan ibadah haji namun ia belum menunaikannya, maka diperbolehkan bagi anaknya untuk mewakilinya menunaikan ibadah haji.
Hadits ini juga menjelaskan wajibnya menunaikan haji atas nama orang yang telah meninggal, baik orang tersebut telah berwasiat atau tidak, karena bagaimanapun hutang harus dibayar, begitu juga dengan semua jenis tanggungan keuangan seperti kafarat atau sejenisnya. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah dan Asy-Syafi’i. [Subulussalam 2/203]

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqhus-sunnah berkata :
وفي الحديث دليل على وجوب الحج عن الميت ، سواء أوصى أم لم يوص ، لان الدين يجب قضاؤه مطلقا ، وكذا سائر الحقوق المالية من كفارة ، أو زكاة ، أو نذر . وإلى هذا ذهب ابن عباس ، وزيد بن ثابت ، وأبو هريرة ، والشافعي
Hadits ini menunjukkan bahwa menggantikan orang yang telah meninggal, hukumnya wajib, baik diwasiatkan atau tidak. Karena utang itu harus dibayar secara mutlak, begitu pula kewajiban-kewajiban lain mengenai harta, seperti kafarat, zakat dan nazar.
Pendapat diatas menjadi madzhab Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah dan Syafi’i
[Fiqih Sunnah 2/314]

Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar :
وَأَحَادِيثُ الْبَابِ تَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ يَجُوزُ الْحَجُّ مِنْ الْوَلَدِ عَنْ وَالِدِهِ إذَا كَانَ غَيْرَ قَادِرٍ عَلَى الْحَجِّ ، وَقَدْ ادَّعَى جَمَاعَةٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّهُ خَاصٌّ بِالابنِ
قَوْلُهُ : « أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ » . فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ حَجٌّ وَجَبَ عَلَى وَلِيِّهِ أَنْ يُجَهِّزَ مَنْ يَحُجَّ عَنْهُ مِنْ رَأْسِ مَالِهِ كَمَا أَنَّ عَلَيْهِ قَضَاءَ دُيُونِهِ .
Hadits-hadits tersebut merupakan dalil dibolehkannya seorang anak melaksanakan haji untuk orang tuanya jika ia tidak mampu melaksanakannya. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa hal itu adalah khusus untuk anak.
Sabda beliau (apakah engkau akan melunasi hutangnya?) mengandung dalil bahwa orang yang meninggal dunia dan ia wajib melaksanakan haji tetapi belum melaksanakannya, maka walinya harus mempersiapkan pelaksanaan haji untuknya dengan mengambil bekal dari hartanya sebagaimana jika ia mempunyai hutang. [Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar 2/443]

Dari Abdullah bin Buraidah radhiallahu anhu, dia berkata,
بَيْنَا أَنَا جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَتَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ : إِنِّي تَصَدَّقْتُ عَلَى أُمِّي بِجَارِيَةٍ وَإِنَّهَا مَاتَتْ فَقَالَ : وَجَبَ أَجْرُكِ ، وَرَدَّهَا عَلَيْكِ الْمِيرَاثُ ، قَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّهُ كَانَ عَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَصُومُ عَنْهَا ؟ قَالَ : صُومِي عَنْهَا ، قَالَتْ : إِنَّهَا لَمْ تَحُجَّ قَطُّ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا ؟ قَالَ : حُجِّي عَنْهَا
Ketika kami duduk di sisi Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba ada seorang wanita datang dan bertanya, ‘Sesungguhnya saya bersadakah budak untuk ibuku yang telah meninggal.' Beliau bersabda, ‘Anda mendapatkan pahalanya dan dikembalikan kepada anda warisannya.' Dia bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya beliau mempunyai (tanggungngan) puasa sebulan, apakah saya puasakan untuknya?' Beliau menjawab, ‘Puasakan untuknya.' Dia bertanya lagi, ‘Sesungguhnya beliau belum pernah haji sama sekali, apakah (boleh) saya hajikan untuknya? Beliau menjawab, ‘Hajikan untuknya.’ (HR. Muslim, 1149)
An-Nawawi rahimahullah berkata,
فِيهِ دَلَالَة ظَاهِرَة لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيّ وَالْجُمْهُور ، أَنَّ النِّيَابَةَ فِي الْحَجّ جَائِزَة عَنْ الْمَيِّت وَالْعَاجِز الْمَأْيُوس مِنْ بُرْئِهِ
"Hadits ini menjadi dalil bagi madzhab Syafi’i dan mayoritas ulama bahwa mengghajikan orang lain itu dibolehkan untuk orang yang telah meninggal dunia dan orang lemah (sakit) yang tidak ada harapan sembuh.  [Syarh An-Nawawi Ala Muslim, 8/27]

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
وَاتَّفَقَ مَنْ أَجَازَ النِّيَابَة فِي الْحَجّ عَلَى أَنَّهَا لَا تُجْزِئ فِي الْفَرْض إِلَّا عَنْ مَوْت أَوْ عَضْب ، فَلَا يَدْخُل الْمَرِيض لِأَنَّهُ يُرْجَى بُرْؤُهُ وَلَا الْمَجْنُون لِأَنَّهُ تُرْجَى إِفَاقَته وَلَا الْمَحْبُوس لِأَنَّهُ يُرْجَى خَلَاصه وَلَا الْفَقِير لِأَنَّهُ يُمْكِن اِسْتِغْنَاؤُهُ ، وَاللَّه أَعْلَم
"Orang yang membolehkan menghajikan orang lain bersepakat, tidak diterima haji wajib kecuali untuk orang meninggal dunia atau lumpuh. Maka orang sakit tidak termasuk yang dibolehkan, karena ada harapan sembuh. Tidak juga orang gila, karena ada harapan normal. Tidak juga orang yang dipenjara, karena ada harapan bebas. Tidak juga orang fakir karena ungkin dia menjadi kaya. Wallahu a’lam" [Fathul Bari, 4/70]

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
لا يجوز أن يستنيب في الحج الواجب من يقدر على الحج بنفسه إجماعا قال ابن المنذر : أجمع أهل العلم على أن من عليه حجة الإسلام وهو قادر على أن يحج لا يجزئ عنه أن يحج غيره عنه
"Tidak dibolehkan melakukan haji wajib untuk menggantikan orang yang mampu melaksanakan haji sendiri berdasarkan ijma."
Ibnu Munzir berkata, "Para ulama sepakat (ijmak) bahwa orang yang wajib melaksanakan haji fardhu sementara dia mampu untuk melaksanakan haji, tidak sah kalau dihajikan oleh orang lain."
[Al-Mughni, 3/185]

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliu berkata:
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ ».
"Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki berkata: "Labbaika 'an Syubrumah (Aku memenuhi panggilanMu atas nama Syubrumah", Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Siapa Syubrumah?", laki-laki itu menjawab: "Saudaraku atau kerabatku", Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sudah berhajikah kamu?", laki-laki menjawab: "Belum", Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berhajilah atas dirimu kemudian hajikan atas Syubrumah". (HR. Abu Daud 1811; Ibnu Majah 2903; Daruquthni 270)

Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Saudi Arabia :
لا يجوز للإنسان أن يحج عن غيره قبل حجه عن نفسه، والأصل في ذلك ما رواه ابن عباس رضي الله عنهما « أن النبي صلى الله عليه وسلم سمع رجلًا يقول: لبيك عن شبرمة، قال: "حججت عن نفسك؟" قال: لا، قال: "حج عن نفسك، ثم عن شبرمة
"Seseorang tidak dibolehkan menghajikan orang lain sebelum dirinya melakukan haji."
Landasan dari hal tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam mendengar seseorang mengatakan, "Labbaik an Subrumah (Saya penuhi panggilan-Mu, melakukan haji untuk Subrumah)" Beliau bertanya, "Apakah anda telah menunaikan haji?" Dia menjawab, "Belum." Beliau bersabda, "Lakukan haji untuk dirimu dahulu, kemudian untuk Subrumah." (HR. Abu Daud 1811; Ibnu Majah 2903; Daruquthni 270)
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah,no.  2200]

Imam Nawawi berkata: Imam Asy-Syirazi berkata :
وان أحرم بحجتين أو عمرتين لم ينعقد الاحرام بهما
"Jika Seseorang haji dengan 2 niat ihram (Untuk dua Badal atau lebih) maka hukumnya tidak sah" (al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, 7/231)

Kesimpulan
Mayoritas Ulama berpendapat :
1.     Seseorang boleh menghajikan orang lain karena usia lanjut dan sakit yang tidak ada harapan sembuh.
2.    Orang yang menghajikan orang lain harus terlebih dahulu melaksanakan ibadah haji untuk dirinya.
3.    Seseorang tidak boleh menghajikan orang lain karena sakit yang ada harapan sembuh.
4.    Seseorang tidak boleh menghajikan orang lain karena miskin yang ada harapan untuk kaya (mampu).
5.    Seseorang tidak boleh menghajikan orang lain yang mampu mengerjakan sendiri, baik secara fisik maupun ekonomi.
6.    Tidak sah menghajikan dua orang atau lebih.
Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...