SHALAT ISYRAQ
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Allah subhanahu wata’ala, melalui rasulNya,
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menjanjikan balasan yang sangat besar
bagi orang-orang yang shalat shubuh berjama’ah, kemudian duduk berdzikir di
masjid sampai matahari terbit, dan mengerjakan shalat isyraq dua rekaat setelah
matahari terbit.
Asal Penamaan Shalat Isyroq
Penyebutan shalat ini dengan shalat isyraq
berdasarkan penamaan sahabat Ibnu ‘Abbas.
Dari ‘Abdullah bin Al Harits, ia berkata,
أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ لاَ يُصَلِّي الضُّحَى حَتَّى أَدْخَلَنَاهُ عَلَى
أُمِّ هَانِئٍ فَقُلْتُ لَهَا : أَخْبِرِي ابْنَ عَبَّاسٍ بِمَا أَخْبَرْتِينَا
بِهِ ، فَقَالَتْ أُمُّ هَانِئٍ : دَخَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي بَيْتِي فَصَلَّى صَلاَةَ الضُّحَى ثَمَانِ رَكَعَاتٍ فَخَرَجَ
ابْنُ عَبَّاسٍ ، وَهُوَ يَقُولُ : لَقَدْ قَرَأْتُ مَا بَيْنَ اللَّوْحَيْنِ
فَمَا عَرَفْتُ صَلاَةَ الإِشْرَاقِ إِلاَّ السَّاعَةَ {يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ
وَالإِشْرَاقِ} ، ثُمَّ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : هَذِهِ صَلاَةُ الإِشْرَاقِ
Ibnu ‘Abbas pernah tidak shalat Dhuha
sampai-sampai kami menanyakan beliau pada Ummi Hani, aku mengatakan pada Ummi
Hani, “Kabarilah mengenai Ibnu ‘Abbas.” Kemudian Ummu Hani mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
shalat Dhuha di rumahku sebanyak 8 raka’at.” Kemudian Ibnu ‘Abbas keluar, lalu
ia mengatakan, “Aku telah membaca antara dua sisi mushaf, aku tidaklah mengenal
shalat isyroq kecuali sesaat.” (Allah berfirman yang artinya), “Mereka pun
bertasbih di petang dan waktu isyroq (waktu pagi).”1 Ibnu ‘Abbas menyebut shalat ini dengan
SHALAT ISYROQ.2
Keutamaan Shalat Isyraq
Dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu dia berkata,
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ
فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ
صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
تَامَّةٍ
“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah,
kemudian dia duduk – dalam riwayat lain: dia menetap di mesjid – untuk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian
dia shalat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala haji
dan umrah, sempurna sempurna sempurna“
[HR ath-Thabrani dalam
“al-Mu’jamul kabir” (no. 7741), dinyatakan baik isnadnya oleh al-Mundziri.; HR
at-Tirmidzi (no. 586), dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani
dalam “Silsilatul ahaditsish shahihah” (no. 3403)].
Dalam redaksi yang lain,
Dari Abu Amamah dia berkata,
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ
يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ
مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ".
“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah di
masjid, menetap di dalamnya, kemudian dia shalat dhuha, maka dia akan
mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah, sempurna haji dan umrahnya“
[HR ath-Thabrani ]
Al-Mubarakhfuri dalam kitab
Tuhfatul ahwadzi” (3/157) berkata :
Ath-thiby berkata :
وَهَذِهِ الصَّلَاةُ تُسَمَّى صَلَاةَ الْإِشْرَاقِ وَهِيَ أَوَّلُ صَلَاةِ
الضُّحَى
Shalat dua rakaat ini diistilahkan oleh
para ulama dengan shalat isyraq (terbitnya matahari),
yang waktunya di awal waktu shalat dhuha [Tuhfatul ahwadzi” (3/157)]
Syaikh Mukhtar As Sinqithi
memberikan penjelasan hadis ini, bahwa keutamaan ini hanya dapat diraih jika
terpenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
أولها: أن يصلي الفجرَ في جماعة، فلا يَشْمَلُ من صلى
منفرداً، وظاهر الجماعة يشمل جماعةَ المسجدِ وجماعةَ السفرِ وجماعةَ الأهلِ إن تُخَلَّفُ
لعُذْرِ،
Pertama, Shalat subuh secara
berjamaah. Sehingga tidak tercakup di dalamnya orang yang shalat sendirian.
Zhahir kalimat jamaah di hadis ini, mencakup jamaah di masjid, jamaah di
perjalanan, atau di rumah bagi yang tidak wajib jamaah di masjid karena udzur.
ثانياً: أن يجلس يذكر الله، فإن نام لم يَحْصُلْ له هذا الفضلُ، وهكذا لو جلس
خاملاً يَنْعَسُ فإنه لا يحصل له هذا الفضل، إنما يجلس تالياً للقرآن ذاكراً
للرحمن، أو يستغفر، أو يقرأ في كتب العلم، أو يذاكر في العلم، أو يُفْتِي، أو يَجِيْبُ
عن المسائل، أو يَنْصَحُ غيره، أو يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر،
Kedua, duduk berdzikir. Jika
duduk tertidur, atau ngantuk maka tidak mendapatkan fadlilah ini. Termasuk
berdzikir adalah membaca Alquran, beristighfar, membaca buku-buku agama, berfatwa,
diskusi masalah agama, memberikan nasihat, atau amar ma’ruf nahimungkar.
الثالث: أن يكون في مصلاه، فلو تَحَوَّلَ عن المصلى ولو قام يأتي بالمصحف فلا
يحصل له هذا الفضل؛ لأنه فضلٌ عظيم، وهو حجةٌ وعمرةٌ تامةٌ تامةٌ، فهذا فضل عظيم،
وهو قوله: .( ثم جلس في مصلاه )، فلذلك يَلْزَمُ المصلى؛ لأنه فضل عظيم، وتحصيلُ
الفضلِ العظيمِ يكون أكثر عَنَاءً وأكثر نصباً، فيحتاجُ إلى أن يَتَكَلَّفُ العبدُ
في إصَابَةِ ظاهرِ هذهِ السنةِ،
Ketiga, duduk di tempat
shalatnya sampai terbit matahari. Tidak boleh pindah dari tempat shalatnya,
jika dia pindah untuk mengambil mushaf Alquran atau untuk kepentingan lainnya
maka tidak mendapatkan keutamaan ini. Karena keutamaan (untuk amalan ini)
sangat besar, pahala haji dan umrah “sempurna..sempurna..sempurna”
Dan dalam riwayat yang
lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kemudian duduk di tempat shalatnya.” Kalimat ini
menunjukkan bahwa dia tidak boleh meninggalkan tempat shalatnya. Dan sekali
lagi, untuk mendapatkan fadlilah yang besar ini, orang harus memberikan banyak
perhatian dan usaha yang keras, sehingga seorang hamba harus memaksakan dirinya
untuk sebisa mungkin menyesuaikan amal ini sebagaimana teks hadis.
رابعاً: أن يصلي ركعتين.وهاتان الركعتان هما ركعتا الإشراق، وهناك من يطلق
ركعة الإشراق على الركعة التي تكون بعد اِرْتِفَاَعِ الشمسِ بين الضحى وبين طلوع
الشمس، أي: بعد اِرْتِفَاعِهَا قَيْدِ رُمْحِ
Keempat, shalat dua rakaat.
Shalat ini dikenal dengan shalat isyraq. Shalat ini
dikerjakan setelah terbitnya matahari antara waktu dhuha dan terbitnya matahari,
yaitu setinggi tombak.
[Syarh Zaadul Mustaqni’ oleh Syaikh Syinqithi
3:68].
Al Hafidz Ibn Rajab Al
Hambali mengatakan,
انَ النَّبِيّ لا يقوم من مصلاه
الَّذِي يصلي فِيهِ الصبح أو الغداة حَتَّى تطلع الشمس ،
ومعلوم ؛ أَنَّهُ لَمْ يكن جلوسه فِي
الموضع الَّذِي صلى فِيهِ ؛ لأنه كَانَ ينفتل إلى أصحابه عقب الصلاة ويقبل عليهم
بوجهه
bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallamtidak bangkit dari tempat shalat subuh sampai
terbit matahari. Dan diketahui bersama bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidaklah
duduk di tempat yang beliau gunakan untuk shalat. Karena setelah shalat
(wajib), beliau berpaling dan menghadapkan wajahnya kepada para sahabat radhiallahu’anhum.
[Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, Ibn Rajab 5:28].
Mula Ali Al Qori
mengatakan,
ثم قعد يذكر الله أي اسْتَمَرَّ في مكانه ومسجده الذي
صلى فيه فلا يُنَافِيْهِ القيام لطواف أو لطلب علم أو مجلس وَعْظِ في المسجد بل
وكذا لو رجع إلى بيته واستمر على الذكر حتى تطلع الشمس ثم صلى ركعتين
“…kemudian duduk
berdzikir… maksudnya adalah terus-menerus di tempatnya dan masjid (yang dia
gunakan untuk shalat jamaah subuh). Hal ini tidaklah (menunjukkan) terlarangnya
berdiri untuk melakukan thawaf, belajar, atau mengikuti majlis pengajian,
selama masih di dalam masjid. Bahkan andaikan orang itu pulang ke rumahnya
sambil terus berdzikir sampai terbit matahari, kemudian shalat dua rakaat, dia
masih (mendapatkan fadhilah sebagaimana) dalam hadis ini.” [Mirqatul Mafatih, 4:57].
Kesimpulan
1. Allah
Subhanahu wata’ala memjanjikan balasan berupa pahala ibadah haji dan umroh bagi
orang yang shalat shubuh berjama’ah lalu berdzikir kepada Allah sampai matahari
terbit, dan dilanjutkan dengan shalat isyraq dua rekaat.
2. Mayoritas
ulama berpendapat, shalat isyraq adalah shalat yang dikerjakan pada awal waktu
dhuha, setelah shalat shubuh berjama’ah dan berdzikir di dalam masjid.
Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar