QUNUT DALAM SHALAT SHUBUH
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا من يهده اللَّهُ
فَلاَ مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Para Ahli ilmu berbeda pendapat tentang qunut
pada shalat fajar (subuh). Sebagian Ahli ilmu berpendapat bahwa qunut ada pada
shalat subuh, dan sebagian berpendapat tidak ada qunut pada shalat subuh
kecuali saat nazilah (musibah) yang menimpa kaum muslimin.
Hadits-hadits Tentang
Qunut Dalam Shalat Shubuh
Hadits
Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i
قُلْتُ لأَبِيْ : “يَا أَبَتِ إِنَّكَ
صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ
وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ
سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ” فَقَالَ : “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”.
“Saya
bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang
Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu
Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah
selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia
menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru
(bid’ah)”.
(HR.
Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan
dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad
3/472 dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328,
Tirmidzi berkata : SHAHIH)
[Nailul
Authar, hadits no. 1114]
Dalam
lafadz Ibnu Majah,
أَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِي الْفَجْرِ ؟ .
Dalam lafadz Ibnu Majah, “Apakahmereka
melakukan qunut pada sholat subuh ?”.
[Nailul
Authar, hadits no. 1115]
وَالنَّسَائِيُّ وَلَفْظُهُ قَالَ : صَلَّيْت خَلْفَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَقْنُتْ ، وَصَلَّيْت خَلْفَ أَبِي بَكْرٍ
فَلَمْ يَقْنُتْ ، وَصَلَّيْت خَلْفَ عُمَرَ فَلَمْ يَقْنُتْ ، وَصَلَّيْت خَلْفَ
عُثْمَانَ فَلَمْ يَقْنُتْ ، وَصَلَّيْت خَلْفَ عَلِيٍّ فَلَمْ يَقْنُتْ ، ثُمَّ
قَالَ : يَا بُنَيَّ بِدْعَةٌ .
Dalam
lafadz Nasa’i : “Aku sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi
wa alihi wa sallam, beliau tidak berqunut, Aku shalat di belakang Abu Bakar,
beliau tidak berqunut , aku shalat dibelakang‘Umar, beliau tidak berqunut; aku
shalat di belakang ‘Utsman, beliau tidak berqunut; dan ‘aku shalat di belakang
Ali radhiyallahu ‘anhum, beliau tidak berqunut. Kemudian dia berkata : “Wahai anakku hal tersebut
(qunut subuh) adalah bid’ah”. [Nailul Authar, hadits no. 1116]
Dari Anas radiallahu
‘anhu,
أَنَّ النَّبِيَّ ? قَنَتَ شَهْرًا ثُمَّ تَرَكَهُ
“bahwasanya rasulullah shallallahu
`alaihi wa alihi wa sallam melakukan qunut selama satu bulan kemudian beliau
meninggalkannya”. (HR: Ahmad) [Nailul
Authar, hadits no. 1117]
وَفِي لَفْظٍ : قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى
أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ .
Dalam
lafadz lain “bahwasanya rasulullah shallallahu
`alaihi wa alihi wa sallam melakukan qunut selama satu bulan mendoakan
celaka bagi perkampungan dari perkampungan-perkampungan arab, kemudian beliau
meninggalkannya”. (HR: Ahmad, Muslim, Nasa’i
dan Ibnu Majah)
[Nailul
Authar, hadits no. 1118]
Dari Anas radiallahu
‘anhu,
كَانَ الْقُنُوتُ فِي الْمَغْرِبِ وَالْفَجْرِ .
“bahwasanya rasulullah shallallahu
`alaihi wa alihi wa sallam melakukan qunut pada shalat maghrib dan shalat
shubuh”. (HR: Bukhari)
[Nailul Authar, hadits no. 1120]
Dari
Bara bun Azib,
أَنَّ النَّبِيَّ ? كَانَ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الْمَغْرِبِ وَالْفَجْرِ .
“bahwasanya rasulullah shallallahu
`alaihi wa alihi wa sallam melakukan qunut pada shalat maghrib dan shalat
shubuh”. (HR: Ahmad, Muslim,
Tirmidzi dan dia menshahihkannya)
[Nailul
Authar, hadits no. 1121]
Dari Anas radiallahu
‘anhu,
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ
الدُّنْيَا
“Terus-menerus
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam qunut pada sholat
Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”. (HR. Ahmad
3/162, Ath-Thohawy 1/244, Ibnu Syahin no.220,)
Sayyid
Sabiq berkata :
Dalam
sanad hadits ini terdapat seorang yang bernama Ja’far ar-Razi. Ia bukan seorang
yang kuat, dan haditsnya tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Sebab tidak
masuk dalam akal kita bahwa sepanjang hidupnya Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam membaca qunut pada saat mengerjakan
shalat shubuh, sementara para khalifah dan sahabat sesudah kewafatan Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam hamper tidak pernah
berqunut. Bahkan, ada keterangan bahwa Anas sendiri tidak pernah berqunut
setiap mengerjakan shalat shubuh.
[Fiqih
Sunnah 1/286].
Asy-Syaukani
berkata :
Namun
hadits ini tidak shahih, karena diriwayatkan dari jalur Abu Ja’far Ar-Razi.
Mengenai Abu Ja’far Ar-Razi ini, Abdullah bin Ahmad mengatakan bahwa ia tidak
kuat. Ali bin Al-Madini mengatakan bahwa dia ‘mukhtalath’ (hafalannya kacau
setelah lanjut usia). Abu Za’rah mengatakan bahwa ia sering menduga-duga. Amr
bin Ali Al Falas mengatakan bahwa ia jujur namun hafalannya buruk. Ibnu Ma’in
mengatakan bahwa ia ‘tsiqoh’ namun sering keliru, ia dininai ‘tsiqoh’ oleh
lebih dari satu ahli hadits.
Al-Hafidz
mengatakan : Riwayatnya janggal karena adanya hadits lain yang diriwayatkan
oleh Al-Khathib dari jalur Qais bin Ar-Rabi’, dari ‘Ashim bin Sulaiman, ia
menuturkan, “Kami katakana kepada Anas, ‘Ada sekelompok orang yang menyatakan
bahwa Nabi Shallallau ‘alaihi wasallam elalu membaca qunut pada shalat shubuh’.
Anas mengatakan, ‘Mereka berdusta. Beliau hanya pernah membaca qunut selama
satu bulan untuk mendo’akan keburukan bagi suatu suku di antara suku-suku kaum
musyrikin’. [Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar 1/610]
Pendapat Para Ulama
Tentang Qunut Dalam Shalat Shubuh
Syaikh Zadah Al-Hanafi
(w
1078 H) berkata :
ولا يقنت في صلاة غيرها أي غير صلاة الوتر
عندنا قال الإمام: القنوت في الفجر بدعة خلافا للشافعي فإن القنوت في صلاة الفجر
في الركعة الثانية بعد الركوع مسنون عنده
Dan tidak disyariatkan
qunut pada selain witir dalam madzhab kami, Imam Abu Hanifah berkata:
“qunut pada shalat subuh bid’ah”, berbeda dengan Syafii yang yang berpendapat
bahwa qunut subuh disunnahkan setelah ruku’ pada raka’at kedua.
Ibnu Abdi Al-Barr Al-Maliki
(w 463
H) mengatakan:
ويقنت في صلاة الصبح الإمام والمأموم
والمنفرد إن شاء قبل الركوع وإن شاء بعده كل ذلك واسع والأشهر عن مالك القنوت قبل
الركوع
Dan dianjurkan bagi imam,
makmum atau orang yang shalat sendirian untuk melakukan qunut dalam shalat
subuh, jika ia mau, sebelum ruku’ atau setelah ruku’, semua itu ada keluasan,
dan pendapat yang masyhur dari Imam Malik adalah sebelum ruku’.
Imam An Nawawi Asy-Syafi’Ii
(w 676
H) di dalam kitabnya Al Majmu’ menyebutkan:
القنوت في الصبح بعد رفع الرأس من ركوع
الركعة الثانية سنة عندنا بلا خلاف وأما ما نقل عن أبي علي بن أبي هريرة رضى الله
عنه أنه لا يقنت في الصبح لأنه صار شعار طائفة مبتدعة فهو غلط لا يعد من مذهبنا
Qunut pada shalat subuh
setelah mengangkat kepala dari ruku’ pada raka’at kedua sunnah dalam madzhab
kami tanpa ada perbedaan, adapun yang dinukil dari Abu Ali bin Abu Hurairah
radiallahu ‘anu bahwa tidak qunut pada shalat subuh, karena hal itu sudah
menjadi syi’ar kelompok ahli bid’ah maka itu salah dan tidak termasuk madzhab
kami.
Imam Al-Mardawi Al-Hanbali
(w 885
H) berkata :
ولا يقنت في غير الوتر، الصحيح من المذهب:
أنه يكره القنوت في الفجر كغيرها، وعليه الجمهور
Dan tidak dianjurkan qunut
pada selain shalat witir, pendapat yang shahih dalam madzhab (hanbali) yaitu
dimakruhkan qunut pada shalat subuh seperti makruhnya qunut pada shalat-shalat
yang selain subuh, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.
[Al Inshaf Fi Ma’rifati Ar Rajihi Min Al
Khilaf jilid 2 Hal.
174}
Imam At
Tirmidzi
dalam Sunan-nya
berkata :
وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي
الْقُنُوتِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ فَرَأَى بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ الْقُنُوتَ فِي
صَلَاةِ الْفَجْرِ وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ و قَالَ أَحْمَدُ
وَإِسْحَقُ لَا يُقْنَتُ فِي الْفَجْرِ إِلَّا عِنْدَ نَازِلَةٍ تَنْزِلُ
بِالْمُسْلِمِينَ فَإِذَا نَزَلَتْ نَازِلَةٌ فَلِلْإِمَامِ أَنْ يَدْعُوَ
لِجُيُوشِ الْمُسْلِمِينَ
“Para Ahli
ilmu berbeda pendapat tentang qunut pada shalat fajar (subuh), sebagian Ahli
ilmu dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan lainnya berpendapat bahwa qunut
ada pada shalat subuh, dan ini adalah pendapat Malik dan Asy Syafi’i.
Sedangkan, Ahmad dan Ishaq berpendapat tidak ada qunut pada shalat subuh
kecuali saat nazilah (musibah) yang menimpa kaum muslimin. Jika turun musibah,
maka bagi imam berdoa untuk para tentara kaum muslimin.” (Lihat Sunan At Tirmidzi,
keterangan hadits No. 401)
Imam
Ibnu Rusyd Al Maliki Rahimahullah berkata :
اختلفوا في القنوت، فذهب مالك إلى أن القنوت في صلاة
الصبح مستحب، وذهب الشافعي إلى أنه سنة وذهب أبو حنيفة إلى أنه لا يجوز القنوت في
صلاة الصبح، وأن القنوت إنما موضعه الوتر وقال قوم: بيقنت في كل صلاة، وقال قوم:
لا قنوت إلا في رمضان، وقال قوم: بل في النصف الاخير منه وقال قوم: بل في النصف
الاول منه
“Mereka berselisih
tentang qunut, Malik berpendapat bahwa qunut dalam shalat subuh adalah sunah,
dan Asy Syafi’i juga mengatakan sunah, dan Abu Hanifah berpendapat tidak boleh
qunut dalam shalat subuh, sesungguhnya qunut itu adanya pada shalat witir. Ada
kelompok yang berkata: berqunut pada setiap shalat. Kaum lain berkata: tidak
ada qunut kecuali pada bulan Ramadhan. Kaum lain berkata: Adanya pada setelah setengah
bulan Ramadhan. Ada juga yang mengatakan: bahkan pada setengah awal Ramadhan.”
[Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Juz. 1, Hal.
10
Ibnu Hazm (w 456 H) dari madzhab
dzahiri mengatakan:
والقنوت فعل حسن، بعد الرفع من الركوع في
آخر ركعة من كل صلاة فرض - الصبح وغير الصبح، وفي الوتر، فمن تركه فلا شيء عليه في
ذلك
Dan qunut adalah perbuatan
yang baik, setelah bangkit dari ruku’ pada setiap raka’at terakhir shalat
fardhu, baik subuh atau selainnya dan juga pada shalat witir, siapa yang
meninggalkannya maka tidak apa-apa. [ Al Muhalla Bi Al
Atsar jilid 3 Hal
54]
Asy-Syaukani berkata
dalam kitab Nailul Authar :
قَوْلُهُ : ( يَا أَبَتِ إنَّك
قَدْ صَلَّيْت خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَآلِهِ وَسَلَّمَ ) إِلَى آخِرِهِ . قَالَ الشَّارِحُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى :
وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى عَدَمِ مَشْرُوعِيَّةِ الْقُنُوتِ وَقَدْ ذَهَبَ إلَى
ذَلِكَ أَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ . إِلِى أَنْ قَالَ : الْحَقُّ مَا ذَهَبَ
إلَيْهِ مَنْ قَالَ : إنَّ الْقُنُوتَ مُخْتَصٌّ بِالنَّوَازِلِ وَإِنَّهُ
يَنْبَغِي عِنْدَ نُزُولِ النَّازِلَةِ أَنْ لَا تُخَصَّ بِهِ صَلَاةٌ دُونَ
صَلَاةٍ .
Ucapan
Abu Malik kepada ayahnya, (Wahai ayahku, sesungguhnya engkau telah shalat
dibelakang Rasulullah Shallallau ‘alaihi wasallam….dst.) Pensyarah
(Asy-Syaukani) mengatakan: Hadits ini menunjukkan tidak disyari’atkannya
membaca qunut. Demikian pendapat mayoritas ahli ilmu. Namun pendapat yang
benar, adalah pendapat yang mengatakan, bahwa qunut dikhususkan pada saat
terjadi bencana. Saat itulah disyari’atkan untuk membaca qunut Nazilah, dan
pembacaannya tidak dikhususkan pada suatu shalat saja.
Syaikh
Sayyid Sabiq berkata:
القنوت في صلاة الصبح غير مشروع إلا في النوازل ففيها
يقنت فيه وفي سائر الصلوات كما تقدم. روى أحمد والنسائي وابن ماجة والترمذي وصححه.
عن أبي مالك الاشجعي
“Qunut
Shubuh tidak disyari’atkan kecuali bila ada nazilah (musibah) itu pun dilakukan
di lima waktu shalat, dan bukan hanya di waktu shalat Shubuh. Diriwayatkan dari
Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah dan Tirmidzi, dan dia menshahihkannya, dari Abu Malik
Alasyja’i.” [Fiqhus Sunnah (I/285)].
Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah berkata:
وقنت في الفجر بعد الركوع شهرا ثم ترك القنوت ولم يكن من هديه القنوت فيها
دائما
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukan qunut pada shalat shubuh sesudah ruku’ selama sebulan kemudian
meninggalkannya. Tidak ada sama sekali petunjuk dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengerjakan qunut Shubuh terus-menerus.”
[Zaadul
Ma’aad (I/271 & 283)].
Imam
Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَقَدْ ذَهَبَ أَبُو حَنِيفَةَ ، وَأَبُو يُوسُفَ :
إلَى أَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْ الْقُنُوتِ فِي الْفَجْرِ ، وَكَأَنَّهُمْ
اسْتَدَلُّوا بِقَوْلِهِ
Abu Hanifah, Abu Yusuf
berpendapat dilarang melakukan qunut pada shalat subuh. Mereka berdalila dengan
Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam
Al-Asyja’i. (lihat hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam
Al-Asyja’I di atas. Pen) [Subulussalam
1/495]
Sikap
Para Ulama Dalam Menghadapi Perbedaan
Imam Sufyan Ats Tsauri Radhiallahu
‘Anhu berkata, sebagaimana dikutip Imam At Tirmidzi
sebagai berikut:
قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ إِنْ قَنَتَ
فِي الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ
“Berkata Sufyan Ats Tsauri: “Jika berqunut pada shalat subuh, maka itu
bagus, dan jika tidak berqunut itu juga bagus.” (Lihat Sunan At Tirmidzi,
keterangan hadits No. 401)
Diceritakan dalam Al Mausu’ah sebagai
berikut:
الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
تَرَكَ الْقُنُوتَ فِي الصُّبْحِ لَمَّا صَلَّى مَعَ جَمَاعَةٍ مِنَ
الْحَنَفِيَّةِ فِي مَسْجِدِهِمْ بِضَوَاحِي بَغْدَادَ . فَقَال الْحَنَفِيَّةُ :
فَعَل ذَلِكَ أَدَبًا مَعَ الإِْمَامِ ، وَقَال الشَّافِعِيَّةُ بَل تَغَيَّرَ
اجْتِهَادُهُ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ .
“Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu meninggalkan
qunut dalam subuh ketika Beliau shalat bersama jamaah bersama kalangan
Hanafiyah (pengikut Abu Hanifah) di Masjid mereka, pinggiran kota Baghdad.
Berkata Hanafiyah: “Itu merupakan adab bersama imam.” Berkata Asy Syafi’iyyah
(pengikut Asy Syafi’i): “Bahkan beliau telah merubah ijtihadnya pada waktu
itu.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/302. Wizarah
Al Awqaf Asy Syu’un Al Islamiyah)
Imam Ahmad bin Hambal
berkata, sebagaimana dikutip oleh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah sebagai berikut:
فقد كان الإمام أحمدُ رحمه الله يرى أنَّ
القُنُوتَ في صلاة الفجر بِدْعة، ويقول: إذا كنت خَلْفَ إمام يقنت فتابعه على قُنُوتِهِ،
وأمِّنْ على دُعائه، كُلُّ ذلك مِن أجل اتِّحاد الكلمة، واتِّفاق القلوب، وعدم
كراهة بعضنا لبعض.
“Adalah Imam Ahmad Rahimahullah berpendapat
bahwa qunut dalam shalat fajar (subuh) adalah bid’ah. Dia mengatakan: “Jika aku
shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu,
dan aku aminkan doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan
hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.” (Syarhul Mumti’, 4/25.
Mawqi’ Ruh Al Islam)
Imam
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata :
وَكَذَلِكَ الْقُنُوتُ فِي الْفَجْرِ
إنَّمَا النِّزَاعُ بَيْنَهُمْ فِي اسْتِحْبَابِهِ أَوْ كَرَاهِيَتِهِ وَسُجُودِ
السَّهْوِ لِتَرْكِهِ أَوْ فِعْلِهِ وَإِلَّا فَعَامَّتُهُمْ مُتَّفِقُونَ عَلَى
صِحَّةِ صَلَاةِ مَنْ تَرَكَ الْقُنُوتَ وَأَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبِ وَكَذَلِكَ
مَنْ فَعَلَهُ
“Demikian
juga qunut subuh, sesungguhnya perselisihan di antara mereka hanyalah pada
istihbab-nya (disukai) atau makruhnya (dibenci). Begitu pula perselisihan
seputar sujud sahwi karena meninggalkannya atau melakukannya, jika pun tidak
qunut, maka kebanyakan mereka sepakat atas sahnya shalat yang meninggalkan
qunut, karena itu bukanlah wajib. Demikian juga orang yang melakukannya (qunut,
maka tetap sah shalatnya –pen).” [Majmu’ Fatawa,
5/185].
Para
Ulama Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia berkata :
وبالجملة فتخصيص صلاة الصبح بالقنوت من
المسائل الخلافية الاجتهادية، فمن صلى وراء إمام يقنت في الصبح خاصة قبلالركوع
أو بعده فعليه أن يتابعه، وإن كان الراجح الاقتصار في القنوت
بالفرائض على النوازل فقط.
“Maka, secara
global mengkhususkan doa qunut pada shalat subuh merupakan masalah khilafiyah
ijtihadiyah. Barang siapa yang shalat di belakang imam yang berqunut subuh,
baik sebelum atau sesudah ruku, maka hendaknya dia mengikutinya. Walau
pun pendapat yang paling kuat adalah membatasi qunut hanya ada pada nazilah
saja.”
[Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’,
No. 902].
Imam Al-Mardawi (w 885 H) setelah
mengemukakan pendapatnya bahwa qunut pada shalat shubuh itu makruh, beliau
berkata :
لو ائتم بمن يقنت في الفجر تابعه، فأمن أو
دعا
Jika ia bermakmum dengan
orang yang melakukan qunut pada shalat subuh ia harus mengikutinya dengan
mengaminkan atau berdo’a.
[Al Inshaf Fi Ma’rifati Ar Rajihi Min Al
Khilaf jilid 2 Hal.
174}
Sayyid Sabiq berkata :
ومهما يكن من شئ فإن هذا من الاختلاف المباح الذي يستوي فيه الفعل والترك وإن
خير الهدي محمد صلى الله عليه وسلم
Akan tetapi bagaimanapun
perselisihan para ulama dalam hal ini, maka qunut (dalam shalat shubuh) itu termasuk sesuatu yang mubah. Dengan kata
lain, ia boleh dilakukan atau ditinggalkan. Hanya saja yang sebaik-baiknya
adalah mengikuti keterangan dan perbuatan yang berasal dari nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam (tidak berqunut). [Fiqih Sunnah 1/286].
Kesimpulan
1. Para
ulama berselisih pendapat tentang hokum membaca do’a qunut pada shalat shubuh,
sebagian ulama berpendapat sunnah, dan sebagian berpendapat bid’ah, makruh
bahkan dilarang (haram).
2. Mayoritas
ulama berpendapat bahwa orang yang mengerjakan qunut shalatnya sah, begitu juga
orang yang tidak mengerjakan qunut, shalatnya juga sah.
3. Mayoritas
ulama berpendapat Orang yang tidak berqunut boleh bermakmun pada orang yang
berqunut dan mengaminkan do’anya, sebaliknya orang yang berqunut boleh
bermakmum pada orang yang tidak berqunut.
Wallahu a’lam.