MEMBACA AL-QURAN DENGAN SUARA KERAS
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا من يهده اللَّهُ فَلاَ
مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Renungan
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau bersabda,
إنه ليأتي الرجل العظيم السمين يوم القيامة لا يزن عند
الله جناح بعوضةٍ إقرءوا إن شئتم (فلا نقيم لهم يوم القيامة وزنا)
“Sesungguhnya pasti akan dating di hari kiamat,
seorang laki-laki besar lagi gemuk, tetapi di sisi Allah hanya setimbang dengan
sehelai sayap nyamuk. Jika kalian mau silahkan baca ‘dan Kami tidak akan
mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat’ (QS. Al-Kahfi
ayat 105)” (HR. Bukhari, Muslim no. 2785)
Imam Al-Qurthubi berkata :
والمعنى أنهم لا ثواب لهم, وأعمالُهم مُقابلةٌ بالعذاب,
فلا حسنة لهم تُوزَنُ في موازين القيامة ومن لا حسنة له فهو في النار
Maknanya bahwa mereka tidak memiliki pahala, dan amalan mereka hanya
dibalas dengan siksaan, sehingga tidak ada kebaikan yang akan ditimbang pada
timbangan amal pada hari kiamat nanti, sedangkan orang yang tidak mempunyai
kebaikan maka tempatny adalah neraka.
[Tafsir
Al-Qurthubi 11/177]
Membaca
Alqur’an Dengan Suara Keras
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau bersabda,
ما أذن الله لشيء ما أذن لنبي حسنِ الصوت يَتَغَنَّى
بالقرأن, يجهربه
“Tidaklah Allah berkenan mendengarkan sesuatu
seperti Dia mendengar nabiNya yang membaguskan suaranya ketika membaca
Al-Qur’an sambil melagukannya, kemudian ia mengeraskan bacaannya tersebut” (HR.
Muslim no. 792; An-Nasa’I no. 1017; Abu Dawud no. 1473)
Rasulullah pernah melewati seorang shabat yang sedang membaca Al-Qur’an,
beliau bersabda,
يَرْحَمُهُ اللهُ لَقَدْ أَذْكَرَنِي كَذَا وَكَذَا آيَةً
“Semoga Allah
merahmatinya. Sungguh, ia mengingatkanku dengan ayat ini dan itu. ” (HR.
Muslim)
Imam An-Nawawi
berkata mengomentari hadits di atas:
فِي هَذِهِ الْأَلْفَاظِ فَوَائِدُ مِنْهَا جَوَازُ رَفْعِ
الصَّوْتِ بِالْقِرَاءَةِ فِي اللَّيْلِ وَفِي الْمَسْجِدِ وَلَا كَرَاهَةَ فِيهِ
إِذَا لَمْ يُؤْذِ أَحَدًا وَلَا تَعَرَّضَ لِلرِّيَاءِ وَالْإِعْجَابِ وَنَحْوِ
ذَلِكَ
“Dari lafazh-lafazh
hadits tadi terdapat beberapa faidah di antaranya bolehnya mengeraskan suara
dalam membaca Al-Quran di malam hari dan di masjid. Dan itu tidak makruh jika tidak
mengganggu orang lain dan tidak mengantarkan kepada riya, bangga
dan semacamnya. (Syarh Shahih Muslim juz 6 hal 76)
Membaca
Al-Quran Yang Menyebabkan Terganggunya Orang Yang Sedang Shalat
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda,
إِنَّ الْمُصَلِّي يُنَاجِي رَبَّهُ
فَلْيَنْظُرْ بِمَ يُنَاجِيْهِ وَ لاَ يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ
بِالْقُرْآنِ
"Sesungguhnya orang yang shalat sedang
bermunajat kepada Tuhannya, maka hendaknya ia memperhatikan isi munajatnya dan
janganlah satu sama lain mengeraskan mengeraskan bacaan Al Qur’annya.”
(HR. Thabrani dari Abu Hurairah dan Aisyah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahihul Jami’ no. 1951)
Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu,
dia berkata,
اعْتَكَفَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي
الْمَسْجِدِ ، فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ ، فَكَشَفَ السِّتْرَ ،
وَقَالَ : أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ ، فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ
بَعْضًا ، وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ ، أَوْ قَالَ
: فِي الصَّلاَةِ
Saat Nabi
Shallallahu ‘laihi wasallam ber I’tikaf di masjid, beliau mendengar para
sahabat beliau mengeraskan bacaan Al-Qur’an. Lalu beliau membuka kain penutup
dan bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya setiap kalian bermunajat kepada Rabb-nya.
Janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, jangan pula sebagian
kalian meninggikan suara bacaan atas sebagian yang lain” (HR. Abu Dawud no.
1332; Ibnu Khuzaimah no. 1100; Ahmad no. 12219)
Imam Al-Ghazali
dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin menceritakan :
Sa’id bin Musayyab
pada suatu malam di salam masjid Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
mendengar Umar bin Abdul Aziz RA membaca keras di dalam shalatnya dan ia bagus
suaranya. Maka Sa’id berkata kepada budaknya, “Pergilah kepada orang yang
sedang shalat itu, perintahkan agar ia merendahkan suaranya”. Maka budak itu
berkata, “Masjid ini bukan milik kita, dan seseorang mempunyai bagian padanya”.
Lalu Sa’id mengeraskan suaranya dan berkata,
يا أيها
المصلي إن كنت تريد الله عز وجل بصلاتك فاخفض صوتك وإن كنت تريد الناس فإنهم لن
يغنوا عنك من الله شيئاً
“Hai orang-orang yang sedang shalat, jika kamu dengan
shalatmu menghendaki Allah Azza wajalla, rendahkanlah suaramu. Dan jika kamu
menghendaki manusia, maka sesungguhnya mereka itu tidak akan menjadikanmu kaya
(tidak butuh) kepada Allah sedikitpun”
Maka Umar bin Abdul Aziz diam dan meringankan
shalatnya. Ketika ia lelah, lalu membaca salam, kemudian ia mengambil sepasang
sandalnya dan pergi. Pada waktu itu ia adalah gubernur di Madinah.
[Ihya ‘Ulumiddin 2/273
Ibnu Hajar Al-Haitami
Asy-Syafi’i berkata :
وَالْجَهْرُ
بِحَضْرَةِ نَحْوِ مُصَلٍّ أو نَائِمٍ مَكْرُوهٌ كما في الْمَجْمُوعِ وَغَيْرِهِ
وَلَعَلَّهُ حَيْثُ لم يَشْتَدَّ الْأَذَى وَإِلَّا فَيَنْبَغِي تَحْرِيمُهُ
"Dan membaca dengan
keras tatkala ada orang yang sholat atau sedang tidur maka hukumnya makruh
–sebagaimana dalam kitab Al-Majmuu' dan kitab yang lainnya-. Hukum makruh ini
mungkin jika gangguan (terhadap orang yang sholat dan tidur-pen) tidaklah
parah, jika parah maka hukum membaca dengan keras adalah haram"
(Al-Fataawaa Al-Fiqhiyah Al-Kubro 1/157-158)
Sayyid Sabiq
berkata :
يحرم رفع الصوت على وجه يشوش على
المصلين ولو بقراءة القرآن. ويستثنى من ذلك درس العلم
Mengeraskan suara
sehingga menyebabkan orang lain yang sedang shalat terganggu adalah diharamkan,
meskipun yang dibaca itu al-quran, kecuali jika sedang mempelajari suatu ilmu.
[Fiqiih Sunnah
1/373].
Zainudin
bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, dalam kitab Fathul Mu’in, ketika membahas
tentang anjuran membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at, berkata :
ويُكرَهُ
الجهرُ بقراءةِ "الكهف" وغيره إن حصل به تَأَذٍّ لِمُصَلٍّ أو نائم كما صرّح النووي في كتبه وقال شيخنا في شرح العباب: ينبغي حُرْمَةَ
الجهرِ بالقراءة في المسجدِ. وحُمِلَ كلامُ النوويّ بالكراهة: على ما إذا خَفَّ
التأذّي، وعلى كون القراءة في غير المسجدِ
Makruh
membaca surat Al-Kahfi atau surat lainnya dengan suara keras sekira hal itu
dapat mengganggu orang yang sedang shalat atau sedang tidur, sebagaimana
penjelasan An-Nawawi dalam kitab-kitabnya.
Dalam
Syarah Al-‘Ubah, syaikhuna berkata, “Semestinya mengeraskan suara itu hukumnya
haram, bila membacanya di masjid. Mungkin maksud Imam Nawawi mengatakan makruh
itu bila tidak terlalu mengganggu serta membacanya bukan di masjid. [Fathul
Mu’in 1/467]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata :
Tidak boleh bagi seorang
pun untuk mengeraskan bacaan baik ketika shalat atau keadaan lainnya, sedangkan
ada orang
lain sedang shalat di masjid, lalu dia mengganggu mereka dengan
mengeraskan bacaan tadi. Bahkan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah menemui beberapa orang yang sedang shalat
di bulan Ramadhan dan mereka mengeraskan bacaannya. Lalu Nabi shallallahu
berkata pada mereka,
“Wahai
sekalian manusia. Kalian semua sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan
Rabbnya. Oleh karena itu, janganlah di antara kalian mengeraskan suara kalian
ketika membaca Al Qur’an “
Beliau rahimahullah
mengatakan, “Dari sini tidak boleh bagi seorang pun mengeraskan bacaan Al
Qur’an-nya sehingga mengganggu orang lain yang sedang shalat.”
(Majmu’ Al Fatawa,
23/64)
Kesimpulan
1. Para ulama sepakat bahwa membaca Al-Qur’an dengan suara keras
dibolehkan, bahkan dalam kondisi dan keadaan tertentu dianjurkan.
2. Mayooritas ulama berpendapat bahwa mengeraskan suara dalam membaca
Al-Qur’an (termasuk dzikir, shalawat, bersyair) sehingga mengganggu orang lain
yang sedang shalat atau sedang tidur, diharamkan.
Wallahu a’lam.