MENYANTUNI ANAK YATIM
Oleh : Masnun Tholab
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Pengertian
Anak Yatim
Secara
bahasa, yatim artinya al-fardu (sendirian)
dan segala sesuatu yang ditinggal oleh sesuatu yang serupa dengannya. (As-Shihah fi
Al-Lughah, kata: يتم)
Ibnu
Sikkith mengatakan:
الْيَتِيمُ فِي النَّاسِ
مِنْ قِبَل الأَبِ، وَفِي الْبَهَائِمِ مِنْ قِبَل الأُمِّ، وَلاَ يُقَال لِمَنْ
فَقَدَ الأُمَّ مِنَ النَّاسِ يَتِيمٌ
“Kata
‘yatim’ untuk manusia, karena ayahnya
meninggal, sedangkan untuk binatang, kata ‘yatim’digunakan untuk menyebut binatang
yang kehilangan ibunya. Manusia yang kehilangan ibunya tidak bisa disebut
yatim.” (Lisanul ‘Arab, 12:645).
Sedangkan
kata piatu bukan berasal dari bahasa arab, kata ini dalam bahasa Indonesia
dinisbatkan kepada anak yang ditinggal mati oleh Ibunya, dan anak yatim-piatu :
anak yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya.
Masa keyatiman seorang anak itu ada batasnya,
yaitu ketika ia telah baligh dan tampak rusyd (kemandirian) pada dirinya.
Firman Allah SWT:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى
إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا
إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup
umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.” [QS.
an-Nisa', 4: 6].
Anjuran Memelihara dan Menyantuni Anak Yatim
Betapa
agungnya ajaran Islam, ajaran yang universal ini menempatkan anak yatim dalam
posisi yang sangat tinggi, Islam mengajarkan untuk menyayangi mereka dan
melarang melakukan tindakan-tindakan yang dapat menyinggung perasaan mereka.
Banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an dan hadits-hadits Nabi saw yang menerangkan
tentang hal ini. Dalam surat Al-Ma’un misalnya, Allah swt berfirman:
أرأيت الذي يكذب بالدين ، فذلك الذي يدع
اليتيم ، ولا يحض على طعام المسكين
“Tahukah
kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin ” {QS. Al-ma’un
: 1-3}
Orang
yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir
miskin, dicap sebagai pendusta Agama yang ancamannya berupa api neraka
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman :
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman :
فأما اليتيم فلا تقهر ، وأما السا ئـل فلا
تنهر
“Maka
terhadap anak yatim maka janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap pengemis janganlah
menghardik”.{QS. Ad-Dhuha : 9 – 10 )
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam
menggambarkan bahwa para pemelihara anak yatim akan tinggal di surga berdekatan
dengan beliau ibarat dua jari.
Diriwayatkan dari Sahl, Rasulullah saw
bersabda:
وَأَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ
فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ
بَيْنَهُمَا شَيْئًا
”Aku dan pemelihara anak yatim, di surga
seperti ini. Lalu beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan
merenggangkan di antara keduanya sedikit.” [HR. Al-Bukhari].
- Makna hadits ini: orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam [Lihat kitab “’Aunul Ma’buud” (14/41) dan “Tuhfatul ahwadzi” (6/39).]
- Arti “menanggung anak yatim” adalah mengurusi dan memperhatikan semua keperluan hidupnya, seperti nafkah (makan dan minum), pakaian, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang benar [Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (18/113).]
- Keutamaan dalam hadits ini belaku bagi orang yang meyantuni anak yatim dari harta orang itu sendiri atau harta anak yatim tersebut jika orang itu benar-benar yang mendapat kepercayaan untuk itu [Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (18/113) dan “Faidhul Qadiir” (3/49).]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata:
Rasulullah saw bersabda:
كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ
لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ وَأَشَارَ مَالِكٌ
بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
‘”Pemelihara
anak yatim kepunyaannya (masih ada hubungan keluarga) atau kepunyaan orang lain
(tidak ada hubungan keluarga), dia dan aku seperti dua jari ini di surga.’ Lalu
Malik mengisyaratkannya dengan jari telunjuk dan jari tengah.” [HR. Muslim].
Dari Abu
Umamah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من مسح رأس يتيم لا يمسحه الا لله كان له
بكل شعرة تمر يده عليها حسنة
“Barangsiapa
mengusap kepala anak yatim yang semata-mata karena Allah disetiap rambut yang
ia usap, Allah berikan kebaikan” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani, sanadnya dho’if)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ
قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ada
seorang laki-laki yang mengadukan kekerasan hatinya kepada Rasulullah saw, maka
beliau bersabda: ‘Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin.’” [HR. Ahmad dengan perawi shahih].
Menurut Ibn Hajar al-Haytamy maksud mengusap kepala anak yatim
diatas adalah makna hakiki (arti sebenarnya)
والمراد من المسح في الحديث الثاني حقيقته
كما بينه آخر الحديث وهو ( من مسح رأس يتيم لم يمسحه إلا لله كان له بكل شعرة تمر
عليها يده عشر حسنات
Yang dimaksud dengan
mengusap dalam hadits kedua diatas adalah arti sebenarnya seperti dijelaskan pada hadits lain “Barangsiapa mengusap
kepala anak yatim yang semata-mata karena Allah disetiap rambut yang ia usap,
Allah berikan sepuluh kebaikan,
[Al-Fataawaa
al-Haditsiyyah Li Ibni Hajar I/43]
Namun menurut imam at
toyyi dalam kitab Marqaah al-Mafaatiih Imam al-Malaa Ali al-Qaariy al-Hanafy
yang dimaksud kata ‘mengusap’ pada
hadits diatas adalah arti kinayah dari memberikankasih sayang serta berbuat
penuh kelembutan dan cinta kasih
pada mereka .
قال
الطيبي: مسح رأس اليتيم كناية عن الشفقة والتلطف إليه، ولما لم تكن الكناية منافية
لإرادة الحقيقة لإمكان الجمع بينهما
"Abu Thayyib berkata: "Mengusap kepala anak yatim
adalah sebuah kinayah tentang kasih sayang, sikap lemah lembut, dan
makna kinayah tidak bertentangan dengan hakiki karena dimungkinkan untuk
dipadukankan keduanya". (Mirqatul Mafatih, 8/3115)
Menyantuni Anak Yatim pada
Bulan Muharam
Terdapat sebuah hadits dalam
kitab tanbihul ghafilin:
Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra. Ia berkata , Rosulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشَرَةِ آلافِ مَلَكٍ ،
وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشَرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ،
وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ أُعْطِيَ ثَوَابَ حَاجٍّ ، وَمُعْتَمِرٍ ، وَمَنْ
مَسَحَ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ فِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ رُفِعَتْ لَهُ بِكُلِّ
شَعْرَةٍ عَلَى رَأْسِهِ دَرَجَةٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang
berpuasa pada hari Assyuuraa' yakni 10 Muharram, maka Allah akan memberikan
kepadanya pahala 10,000 malaikat; dan barangsiapa yang puasa pada hari
Assyuuraa', maka akan diberikan pahala 10, 000 orang mati syahid ; dan
barangsiapa yang puasa pada hari Assyuuraa', maka akan diberikan pahala 10, 000
orang Haji dan Umrah; dan siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari
Assyuuraa', maka Allah akan menaikkan dengan rambut satu darjat di surge”
Namun
sayangnya, ternyata hadis di atas statusnya adalah hadis palsu. Dalam jalur
sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang bernama: Habib bin Abi Habib, Abu
Muhammad. Para ulama hadis menyatakan bahwa perawi ini matruk (ditinggalkan).
Untuk lebih jelasnya, berikut komentar para ulama kibar dalam hadis tentang
Habib bin Abi Habib:
a. Imam Ahmad: Habib bin Abi Habib pernah berdusta
b. Ibnu Ady mengatakan: Habib pernah memalsukan hadis (al-Maudhu’at, 2/203)
c. Adz Dzahabi mengatakan: “Tertuduh berdusta.” (Talkhis Kitab al-Maudhu’at, 207).
Karena itu, para ulama menyimpulkan bahwa hadis ini adalah hadis palsu. Abu Hatim mengatakan: “Ini adalah hadis batil, tidak ada asalnya.” (al-Maudhu’at, 2/203)
a. Imam Ahmad: Habib bin Abi Habib pernah berdusta
b. Ibnu Ady mengatakan: Habib pernah memalsukan hadis (al-Maudhu’at, 2/203)
c. Adz Dzahabi mengatakan: “Tertuduh berdusta.” (Talkhis Kitab al-Maudhu’at, 207).
Karena itu, para ulama menyimpulkan bahwa hadis ini adalah hadis palsu. Abu Hatim mengatakan: “Ini adalah hadis batil, tidak ada asalnya.” (al-Maudhu’at, 2/203)
Ibnu
Taimiyah rahimahullah mengatakan,
شَرْعُ اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِلْعَمَلِ بِوَصْفِ الْعُمُومِ
وَالْإِطْلَاقِ لَا يَقْتَضِي أَنْ يَكُونَ مَشْرُوعًا بِوَصْفِ الْخُصُوصِ
وَالتَّقْيِيدِ
“Jika
Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu amalan dengan maksud umum dan mutlak, maka
itu tidak menunjukkan mesti dikhususkan dengan cara dan aturan tertentu.” (Majmu’ Al Fatawa, 20: 196)
Namun sebagian ulama biasa
mengamalkan mengusap anak yatim pada hari Asyura sejak dahulu.
Imam al-Hafizh Ibnu
al-Jauzi al-Hanbali, (508-597 H/1114-1201 M), seorang ulama ahli hadits
terkemuka bermadzhab Hanbali, dalam kitabnya al-Majalis menjelaskan banyak
kebiasaan-kebiasaan ulama yang dilakukan pada Asyuro sebagai berikut:
فَوَائِدُ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ
اَلْفَائِدَةُ اْلأُوْلَى: يَنْبَغِيْ
أَنْ تَغْسِلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَقَدْ ذُكِرَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْرِقُ
فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ زَمْزَمَ إِلىَ سَائِرِ الْمِيَاهِ، فَمَنِ اغْتَسَلَ
يَوْمَئِذٍ أَمِنَ مِنَ الْمَرَضِ فِيْ جَمِيْعِ السَّنَةِ، وَهَذَا لَيْسَ
بِحَدِيْثٍ، بَلْ يُرْوَى عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ.
اْلفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: الصَّدَقَةُ عَلىَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ.
اْلفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَمْسَحَ رَأْسَ الْيَتِيْمِ. اَلْفَائِدَةُ
الرَّابِعَةُ أَنْ يُفَطِّرَ صَائِمَا. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ أَنْ يُسْقِيَ
الْمَاءَ. اَلْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ أَنْ يَزُوْرَ اْلإِخْوَانَ. اَلْفَائِدَةُ
السَّابِعَةُ: أَنْ يَعُوْدَ الْمَرِيْضَ. اَلْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ أَنْ
يُكْرِمَ وَالِدَيْهِ وَيَبُرَّهُمَا. الْفَائِدَةُ التَّاسِعَةُ أَنْ يَكْظِمَ
غَيْظَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْعَاشِرَةُ أَنْ يَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَهُ.
اَلْفَائِدَةُ الْحَادِيَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنَ الصَّلاَةِ
وَالدُّعَاءِ وَاْلاِسْتِغْفَارِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّانِيَةَ عَشَرَةَ أَنْ
يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّالِثَةَ عَشَرَةَ أَنْ
يُمِيْطَ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَةَ أَنْ
يُصَافِحَ إِخْوَانَهُ إِذَا لَقِيَهُمْ. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةَ عَشَرَةَ:
أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ قِرَاءَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ لِمَا رُوِيَ عَنْ
عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ قَرَأَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ
أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ وَمَنْ نَظَرَ
إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا
"Beberapa faedah
amalan shaleh pada hari Asyura : 1) Mandi pada hari Asyura. Telah disebutkan
bahwa Allah SWT membedah komunikasi air Zamzam dengan seluruh air pada malam
Asyura’. Karena itu, siapa yang mandi pada hari tersebut, maka akan aman dari
penyakir selama setahun. Ini bukan hadits, akan tetapi diriwayatkan dari
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. 2) Bersedekah kepada fakir miskin. 3)
Mengusap kepala anak yatim. 4) Memberi buka orang yang berpuasa.5)
Memberi minuman kepada orang lain. 6) Mengunjungi saudara seagama. 7) Menjenguk
orang sakit. 8) Memuliakan dan berbakti kepada kedua orang tua. 9) Menahan
amarah dan emosi. 10) Memaafkan orang yang telah berbuat aniaya. 11)
Memperbanyak ibadah shalat, doa dan istighfar. 12) Memperbanyak dzikir kepada
Allah. 13) Menyingkirkan apa saja yang mengganggu orang di jalan. 14)
Berjabatan tangan dengan orang yang dijumpainya. 15) Memperbanyak membaca surat
al-Ikhlash sampai seribu kali. Karena atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu, barangsiapa yang membaca 1000 kali surah al-Ikhlash
pada hada hari Asyura, maka Allah akan memandang-Nya. Siapa yang dipandang oleh
Allah, maka Dia tidak akan mengazabnya selamanya. (Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi
al-Hanbali, kitab al-Majalis halaman 73-74, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).
Penjelasan yang sama juga
dikemukan oleh Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus al-Makki, ulama
Syafi’iyah terkemuka dan pengajar di Masjid al-Haram, dalam kitabnya Kanz
al-Najah wa al-Surur fi al-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tasyrah al-Shudur,
halaman 82, sebagai berikut:
فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ # بِهَا اثْنَتَانِ وَلَهَا فَضْلُ نُقِلْ صُمْ صَلِّ صِلْ زُرْ عَالِمًا عُدْ وَاكْتَحِلْ # رَأْسَ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ وَسِّعْ عَلىَ الْعِيَالِ قَلِّمْ ظَفَرَا # وَسُوْرَةَ اْلإِخْلاَصِ قُلْ أَلْفًا تَصِلْ
"Pada hari Asyura
terdapat dua belas amalan yang memiliki keutamaan: 1) Puasa, 2) Memperbanyak
ibadah shalat. 3) Shilaturrahmi dengan keluarga dan family. 4) Berziarah
kepada ulama. 5) Menjenguk orang sakit. 6) Memakai celak mata. 7)
Mengusap kepala anak yatim. 8) Bersedekat kepada fakir miskin. 9) Mandi.
10) Membuat menu makanan keluarga yang istimewa. 11) Memotong kuku. 12)
Membaca surah al-Ikhlash 1000 kali"
Imam Zaenudin dalam kitab
Fathul Mu’in berkata :
وأما
أحاديث الاِكْتِحَالِ والغسل، والتَّطَيُّبِ في يوم عاشوراء، فمِنْ وَضْعِ
الكذابين
Sedangkan
hadits-hadits mengenai sunat bercelak mata, mandi, dan memakai wangi-wangian
pada hari Asyura adalah penetapan orang-orang pendusta. [Fat-hul
Mu’in 1, hal. 666].
Kesimpulan
- Allah Subhanahu wata’ala dan RasulNya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan untuk memelihara dan menyantuni anak yatim.
- Allah Subhanahu wata’ala melalui RasulNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menjanjikan keutamaan yang tinggi bagi orang-orang yang memelihara dan menyantuni anak yatim.
- Para ulama berpendapat, tidak ada hadits shahih yang menganjurkan menyantuni anak yatim pada bulan tertentu, termasuk pada bulan Muharram.
Wallahu a’lam.