Minggu, 03 Juli 2016

JUMLAH BASUHAN DALAM WUDHU

JUMLAH BASUHAN DALAM WUDHU
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا من يهده  اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Renungan
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab berkata : Imam Syafi’I berkata :
إذَا وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي خِلَافَ سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُولُوا بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَعُوا قَوْلِي
"Apabila kalian mendapatkan di kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka jadikanlah sunnah Rasulullah sebagai dasar pendapat kalian dan tinggalkanlah apa yang aku katakan." (An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ 1/63; lihat Al-Harawi di kitab Dzammu Al-Kalam 3/47/1,)

Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang diwajibkan dalam membasuh anggota wudhu adalah cukup sekali basuhan. Namun mereka berpendapat yang lebih utama adalah membasuh anggota wudhu masing-masing tiga kali.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : تَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صلى اللَّه عليه وآله وسلم مَرَّةً مَرَّةً . رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ إلا مُسْلِمًا ‏‏
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu sekali-sekali” (HR. Jamaah kecuali Muslim)

Imam Asy-Syaukani berkata :
والحديثُ يدلُّ على أن الواجبَ من الوضوءِ مرةً ولِهذا اقْتَصَرَ عليه النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم ولو كان الواجبُ مرتين أو ثلاثًا لَمَا اقْتَصَرَ على مرةٍ
Hadits ini menunjukkan wajibnya wudhu adalah sekali membasuh atau mengusap, dan oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mencukupkan sekali saja, dan kalau dua kali dan tiga kali itu wajib, maka tentu Nabi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan mencukupkan dengan sekali saja.
[Nailul Authar 1/140  (1/379)]

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ .
Dari Abdullah bin Zaid, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu dua kali-dua kali” (HR. Ahmad, Bukhari, tetapi dalam bab ini Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Jabir)

Imam Asy-Syaukani berkata :
والحديث يدل على أن التوضوءَ مرتين يَجُوْزُ ويُجْزَئُ ولا خِلافَ في ذلك‏.‏
Hadits ini menunjukkan bahwa membasuh dua kali ketika wudhu dibolehkan dan mencukupi, pernyataan itu tidak diperselisihkan.
[Nailul Authar 1/141  (1/379)]

وَعَنْ عُثْمَانَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم تَوَضَّأَ ثَلاثًا ثَلاثًا .
Dari Utsman, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu tiga kali-tiga kali” (HR. Ahmad dan Muslim)

Imam Asy-Syaukani berkata :
الحديث أخرجه بِهذا اللفظِ الترمذيُّ وقال‏:‏ هو أحسنُ شيءٍو في الباب
وذَكَرَ حديثَ عثمانَ الذي شَرَحْنَاهُ في أول باب الوضوء وقد قَدَّمْنَا أن التَثْلِيْثَ سنةٌ بالإجْماع‏.‏
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Tirmidzi, dia berkata, hadits ini yang terbaik di dalam bab ini.
Sedangkan hadits Utsman yang telah diterangkan pada permulaan bab ini menyebutkan bahwa membasuh tiga kali dalam berwudhu adalah sunnah secara ijma’
[Nailul Authar 1/141  (1/380)]

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : « جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى اللَّه عليه وآله وسلم يَسْأَلُهُ عَنْ الْوُضُوءِ فَأَرَاهُ ثَلاثًا ثَلاثًا ، وَقَالَ : « هَذَا الْوُضُوءُ ، فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ »
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari datuknya, ia berkata, “Datanglah seorang Baduwi kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menanyakan masalah wudhu, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahukannya tiga kali-tiga kali dan bersabda : ‘Itulah bilangan wudhu, maka barangsiapa menambah dari itu, maka ia telah berbuat kejelekan, pelanggaran dan zalim’” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

Imam Asy-Syaukani berkata :
وفي الحديث دليلٌ على أن مُجَاوَزَةَ الثلاثَ الغسلَاتِ من الِاعْتِدَاءِ في الطهورِ‏.‏ وقد أخرج أبو داود وابن ماجهٍ من حديث عبد اللَّه بن مغفل أنه قال‏:‏ ‏(‏سمعت رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم يقول‏:‏ إنه سَيَكُوْنُ في هذه الأمةِ قومٌ يَعْتَدُوْنَ في الطهور والدعاء وأن فَاعِلَهُ مُسِيءٌ وظالِمٌ‏)‏ أي أساءَ بترك الأَوْلَى وتَعَدَّى حَدَّ السنة‏ِ.‏ وظلم أي وضع الشيءَ في غير مَوْضِعِهِ
Hadits ini menunjukkan bahwa melebihi membasuh tiga kali termasuk pelanggaran dan sesat. Abu Daud, Ibnu Majah dari hadits Abdullah bin Mughaffal, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Bahwasanya di dalam ummatku ada kaum yang melanggar di dalam bersuci dan berdo’a, dan pelakunya dalah oknum dan menyesatkan”, yakni sebagai oknum karena meninggalkan yang lebih baik, melanggar sunnah dan menyesatkannya, karena menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
[Nailul Authar 1/141  (1/381)]

Imam Syafi’i berkata :
أخبرنا مالك عن عمرِو بن يحيى الْمازني عن أبيه عن عبد الله بن زيد أن رسول الله صلى الله عليه وسلم توضأ فغسل وجههُ ثلاثا ويديهِ مرتين مرتين ومسح رأسَهُ بيدَيْهِ فأقبل بِهما وأدْبَرَ بَدَأَ بِمَقْدَمِ رأسِهِ ثم ذهب بِهما إلى قَفَاهُ ثم ردهما إلى الْمكانِ الذي بدأ منه ثم غسل رِجْلَيْهِ
قال ولا أُحِبُّ للمُتَوَضِّيءِ أن يَزِيْدَ على ثلاث وإنْ زاد لم أكرهَهُ إن شاء الله تعالى
Diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu dengan membasuh mukanya sebanyak tiga kali, kedua tangannya sebanyak dua kali-dua kali, serta mengusap kepalanya dengan kedua tangnnya. Lalu beliau menggeser kedua tangan itu ke depan dan ke belakang. Beliau memulai dari bagian depan kepalanya, kemudian menjalankan kedua tangannya ke tengkuknya (belakang kepala). Kemudian dikembalikan lagi ke tempat semula, lalu beliau membasuh kedua kakinya.
Saya tidak menyukai seseorang berwudhu lebih dari tiga kali usapan, walaupun saya tidak memandangnya sebagai perkara yang makruh, insya Allah.
[Al-Umm 1/38  (1/45-46)].

Imam Nawawi dakam kitab Raudhatuth Thalibin berkata :
قلتُ تُكْرَهُ الزِّيَادَةُ على ثلاث وقيل تَحْرُمُ وقيل هي خِلَافُ الأَوْلَى والصحيحُ الأولُ وإنما تَجِبُ الغَسْلَةُ مرةً إذا اسْتَوَعَبَتِ العُضْوُ ,والله أعلم
Saya katakan, “Makruh hukumnya apabila lebih dari tiga kali. Ada yang mengatakan haram. Ada juga yang mengatakan, ini bertentangan dengan yang utama. Namun yang benar adalah pendapat yang pertama. Karena yang wajib dalam membasuh adalah sekali apabila itu telah merata ke seluruh anggota wudhu. Wallahu a’lam.
[Raudhatuth Thalibin 1/46 (1/215)].

Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu Fatawa berkata :
ما ذكرهُ من الوسوسة في الطهارة مثل غُسْلِ العُضْوِ أكثرَ من ثلاث مراتٍ، والِامْتِنَاعِ من الصلاة على حَصْرُ المسجدِ، ونحو ذلك، هو أيضاً بدعةٌ وضلالةٌ باتفاق المسلمين، ليس ذلك مستحباً ولا طاعةً ولا قُرْبَةً
Apa yang diuraikan, yaitu was-was dalam bersuci seperti membasuh anggota tubuh lebih dari tiga kali basuhan dan tidak mau shalat di atas tikar masjid, dan sebagainya, hal itu juga bid’ah dan kesesatan menurut kesepakatan kaum muslimin, ia bukan sunnah, bukan ketaatan dan bukan pula ibadah. (Majmu Fatawa, Maktabah Syamilah)

Kesimpulan :
  1. Mayorutas ulama berpendapat bahwa ketika berwudhu disunnahkan mengulangi membasuh anggota wudhu tiga kali.
  2. Para ulama berselisih pendapat tentang mengusap kepala. Ada yang disunnahkan tiga kali, ada yang cukup sekali.
  3. Mayoritas ulama berpendapat bahwa mengulangi membasuh anggota wudhu lebih tiga kali hukumnya makruh.
Wallahu a’lam.


Sabtu, 02 Juli 2016

MENYENTUH KEMALUAN MEMBATALKAN WUDHU?

MENYENTUH KEMALUAN MEMBATALKAN WUDHU?
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum menyentuh kemaluan bagi orang yang telah berwudhu, apakah membatalkan wudhu atau tidak.

Imam Asy-Syaukani mengutip hadits-hadits berikut dan menjelaskannya dalam kitab Nailul Authar :

عَنْ بُسْرَةَ بِنْتِ صَفْوَانِ‏:‏ ‏(‏أن النبيَّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم قال‏:‏ من مَسَّ ذكرهُ فلا يصلِّي حتى يَتَوَضَّأَ‏)‏‏.‏
رواه الخمسة وصححه الترمذي وقال البخاري‏:‏ هو أصح شيء في هذا الباب وفي رواية لأحمد والنسائي عن بسرة ‏(‏أنها سمعتُ رسولَ اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم يقول وَيَتَوَضَّأُ من مس الذَّكَرَ‏.‏ وهذا يَشْمَلُ ذكر نَفْسِهِ وذكر غيرِهِ‏.‏
Dari Busrah binti Shofwan, bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
”Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia tidak shalat sehingga ia berwudhu” (HR. Imam yang lima dan disyahkan oleh Tirmidzi. Al-Bukari berkata, “Ini adalah hadits yang paling sahih yang membicarakan masalah ini).
Dalam satu riwayat bagi Imam Ahmad dan An-Nasa’i dari Basrah bahwa Basrah mendengar Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
“Hendaklah berwudhu siapa yang menyentuh kemaluannya”. Ini meliputi kemaluannya sendiri dan kemaluan orang lain.

Imam Asy-Syaukani berkata :
والحديث يدل على أن لمس الذكر ينقض الوضوء‏.‏ وقد ذهب إلى ذلك عمر وابنه عبد اللَّه وأبو هريرة وابن عباس وعائشة وسعد ابن أبي وقاص وعطاء والزهري وابن المسيب ومجاهد وأبان بن عثمان وسليمان بن يسار والشافعي وأحمد وإسحاق ومالك في المشهور وغير هؤلاء‏.‏
Hadits di atas menunjukkan bahwa menyentuh kemaluan membatalkan wudhu. Demikian menurut pendapat Umar dan putranya, Abdyllah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Aisyah, Sa’ad bin Abi Waqash, Atha’, Az-Zuhri, Ibnu Al-Musayyab, Mujahid, Aban bin Utsman, Sulaiman bin Yasar, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishak, Malik dan lain-lainnya di dalam kitab Masyhur.
وذهب علي عليه السلام وابن مسعود وعمار والحسن البصري وربيعة والعترة والثوري وأبو حنيفة وأصحابه وغيرهم إلى أنه غير ناقض‏.‏
واحتج الآخرون بحديث طلق بن علي عند أبي داود والترمذي والنسائي وابن ماجه وأحمد والدارقطني مرفوعًا بلفظ‏:‏ ‏(‏الرجل يمس ذكره أعليه وضوء فقال صلى اللَّه عليه وآله وسلم‏:‏ إنما هو بضعة منك‏)‏ وصححه عمر بن القلاس وقال‏:‏ هو عندنا أثبت من حديث بسرة‏.‏
Adapun Ali RA, Ibnu Mas’ud, Ammar, Al-Hasan Al-Bashri, Rubai’ah, Al-’Athrah, At-Tsauri, Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu.
Golongan yang berpendapat bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu beralasan dengan hdits Thalq bin Ali menurut Abu Daud, A-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad, secara marfu’ dengan lafadz ”Jika seorang laki-laki menyentuh kemaluannya apakah ia harus berwudhu?, maka Nabi menjawab, ’Sesungguhnya kemaluan itu bagian dari tubuhmu’”
Hadits tersebut disyahkan oleh Umar bin Ali Al-Qalas, dan dia mengatakan, bagi kami hadits ini lebih tetap daripada hadits Busrah.
[Nailul Authar 1/  (1/443)]

وعن أُمِّ حَبِيْبَةَ قالتْ‏:‏ ‏(‏سمعتُ رسولَ اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم يقول‏:‏ من مس فَرْجَهُ فليتوضأْ‏)‏‏.‏
ولفظ من يشمل الذكر والأنثى‏.‏ ولفظ الفرج يشمل القبل والدبر من الرجل والمرأة وبه يرد مذهب من خصص ذلك بالرجال وهو مالك
Dari Ummu Habibah, ia berkata, saya mendengar Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
”Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia berwudhu” (HR. Ibnu Majah, dan Al-Atsram).

Imam Asy-Syaukani berkata :
Perkataan ’man’ (barangsiapa) itu mencakup laki-laki dan perempuan. Dan perkataan ’farj’ (kemaluan) itu menckup kemaluan dan dubur baik laki-laki maupun perempuan. Pendapat ini membantah pendapat orang yang mengkhususkannya bagi laki-laki sebagaimana pendapat Malik.
[Nailul Authar 1/166  (1/446)]
وعن أبي هريرة رضي اللَّه عنه‏:‏ ‏(‏أن النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم قال‏:‏ من أَفْضَى بِيَدِهِ إلى ذَكَرِهِ ليس دُوْنَهُ سِتْرٌ فقد وجب عليه الوضوءُ
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, ”Barangsiapa menyentuh tangannya ke kemaluannya tanpa alas, maka ia wajib berwudhu” (HR. Ahmad).

Imam Asy-Syaukani berkata :
والحديث يدل على وجوب الوضوء وهو يرد مذهب من قال بالندب وقد تقدم‏.‏
ويدل على اشتراط عدم الحائل بين اليد والذكر
Hadits di atas menunjukkan wajibnya wudhu, dan membantah pendapat orang yang mengatakan sunnahnya wudhu karena menyentuh kemaluan. Juga menunjukkan bahwa menyentuh kemaluan itu membatalkan wudhu dengan tidak beralas antara tangan dan kemaluan.
[Nailul Authar 1/166  (1/447)]

وعن عَمْرِو بن شعيبٍ عن أبيه عن جَدِّهِ‏:‏ ‏(‏عنِ النبيِّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم قال‏:‏ أَيُّمَا رَجُلٍ مَسَّ فَرْجَهُ فليتوضأْ وأيُّمَا امْرَأَةٍ مَسَّتْ فَرْجَهَا فلتتوضأْ
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari datuknya, dari Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam, ia bersabda,”Setiap laki-laki yang menyentuh kemaluannya, maka ia harus berwudhu, dan setiap perempuan yang menyentuh kemaluannya, maka ia harus berwudhu” (HR. Ahmad).

Imam Asy-Syaukani berkata :
والحديث صريح في عدم الفرق بين الرجل والمرأة وقد عرفت أن الفرج يعم القبل والدبر لأنه العورة كما في القاموس
Hadits di atas menegaskan tidak adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan telah anda ketahui bahwa farj itu mencakup kemaluan dan dubur, karena semuanya aurat sebagaimana disebutkan dalam qamus.
[Nailul Authar 1/166  (1/448)]

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid  berkata :
اختلف العلماء فيه على ثلاثة مذاهب، فمنهم من رأى الوضوء فيه كيفما مسه، وهو مذهب الشافعي وأصحابه وأحمد وداود، ومنهم من لم ير فيه وضوءا أصلا وهو أبو حنيفة وأصحابه، ولكلا الفريقين سلف من الصحابة والتابعين.
Dalam masalah ini, ulama berbeda pendapat, yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama menyetakan bahwa menyentuh kemaluan dengan cara apapun, itu membatalkan wudhu. Pendapat ini dipegang oleh Syafi’i dan pengikutnya, Ahmad dan Daeud.
Kelompok kedua berpendapat bahwa menyentuh kemaluan itu tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dipegangi oleh Abu Hanifah dan pengikutnya.
Dua kelompok di atas sama-sama memiliki legitimasi pendapat di kalangan sahabat dan Tabi’in.

وقوم فرقوا بين أن يمسه بحال أو لا يمسه بتلك الحال، وهؤلاء افترقوا فيه فرقا: فمنهم من فرق فيه بين أن يلتذ أو لا يلتذ. ومنهم من فرق بين أن يمسه بباطن الكف أو لا يمسه، فأوجبوا الوضوء مع اللذة ولم يوجبوه مع عدمها، وكذلك أوجبه قوم مع المس بباطن الكف ولم يوجبوه مع المس بظاهرها،
وهذان الاعتباران مرويان عن أصحاب مالك، وكان اعتبار باطن الكف راجع إلى اعتبار سبب اللذة.
وفرق قوم في ذلك بين العمد والنسيان، فأوجبوا الوضوء منه مع العمد ولم يوجبوه مع النسيان، وهو مروي عن مالك، وهو قول داود وأصحابه. ورأى قوم أن الوضوء من مسه سنة لا واجب،
Kelompok ketiga membedakan cara menyentuh kemaluan itu yang terbagi atas beberapa pendapat.
  1. Pendapat yang membedakan antara sentuhan yang terasa enak dan tidak. Jika terasa nikmat membatalkan wudhu, dan jika sebaliknya tidak membatalkan.
  2. Pendapat yang membedakan antara sentuhan dengan telapak tangan dan sentuhan dengan lainnya. Jika menyentuh dengan telapak tangan membatalkan wudhu, dan jika tidak dengan telapak tangan tidak membatalkan.
Dua pendapat di atas diriwayatkan dari Malik dan murid-muridnya. Mungkin –menurut kelompok ini- telapak tanga dianggap membawa kenikmatan khusus.

  1. Pendapat yang membedakan antara sengaja dan lupa. Jika menyentuh kemaluan dengan sengaja dengan telapak tangan, maka itu membatalkan wudhu. Tetapi jika menyentuhnya karena lupa, maka tidak membatalkan. Pendapat ini diriwayatkan dari Malik yang didukung oleh Dawud dan para pengikutnya. Sebagian lagi ada ulama yang menyatakan bahwa keharusan wudhu karena menyentuh kemaluan itu hanya sunat, bukan wajib.

وسبب اختلافهم في ذلك أن فيه حديثين متعارضين: أحدهما الحديث الوارد من طريق بسرة أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول "إذا مَسَّ أحَدُكُمْ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ" وهو أشهر الأحاديث الواردة في إيجاب الوضوء من مس الذكر،
وصححه يحيى بن معين وأحمد بن حنبل، وضعفه أهل الكوفة؛ وقد روي أيضا معناه من طريق أم حبيبة، وكان أحمد بن حنبل يصححه،
Sebab perbedaan pendapat dalam masalah menyentuh kemaluan ini berpangkal pada dua hadits yang saling bertentangan.
Hadits Busrah yang menyatakan, saya mendengar Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
إذا مَسَّ أحَدُكُمْ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
”Jika seorang diantara kalian menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia berwudhu” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi dan Malik).
Hadits ini adalah hadits yang paling masyhhur diantara beberapa hadits yang menegaskan batalnya wudhu karena menyentuh kemaluan.
Hadits ini dishohihkan oleh Yahya bin Ma’in dan Ahmad bin Hanbal. Dan dinilai dho’if oleh ulama Kufah. Hadits yang sama maksudnya sama juga diriwayatkan dari sanad  Ummu Habibah. Ahmad bin Hanbal menilai sahih terhadap hadits terakhir ini.

والحديث الثاني المعارض له حديث طلق بن علي قال "قدمنا على رسول الله صلى الله عليه وسلم وعنده رجل كأنه بدوي، فقال: يا رسول الله ما ترى في مس الرجل ذكره بعد أن يتوضأ؟ فقال: وَهَلْ هُوِ إلَّا بَضْعَةٌ مِنْكَ؟" خرجه أيضا أبو داود والترمذي، وصححه كثير من أهل العلم الكوفيون وغيرهم؛
Hadits yang bertentangan dengan hadits yang pertama adalah hadits riwayat Tholq bin Ali -radhiyallahu anhu-, yang berkata,
”Saya menghadap kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Disamping beliau ada seorang yang tampaknya orang Badui. Lalu badui itu bertanya, ’Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda mengenai seseorang yang menyentuh kemaluannya setelah ia berwudhu? Maka beliau menjawab
وَهَلْ هُوِ إلَّا بَضْعَةٌ مِنْكَ؟
 ’Itu tidak lain hanya kelebihan dagingmu juga’” (HR. Ahmad: 4/23, Abu Daud no. 182 dan 183, At-Tirmidzi no. 85, An-Nasa`i no. 165, dan Ibnu Majah no. 483)
Hadits ini dinilai shahih oleh ulama Kufah dan ulama lain.

كل واحد من الفريقين في ترجيح الحديث الذي رجحه كثيرة يطول ذكرها، وهي موجودة في كتبهم، ولكن نكتة اختلافهم هو ما أشرنا إليه
Argumentasi yang dikemukakan oleh masing-masing pihak dalam menilai kuat tidaknya suatu hadits sangatlah panjang. Hal itu mereka tulis dalam kitab-kitab karangan mereka. Tapi inti dari perbedaan tersebut tidak lebih dari yang telah saya kemukakan.
[Bidayatul Mujtahid 1/9  (1/15)].

Imam Nawawi dakam kitab Raudhatuth Thalibin berkata :
فينتقض الوضوء إذا مس ببطن كفه فرج آدمي من نفسه أو غيره ذكر أو أنثى صغير أو كبير حي أو ميت قبلا كان الممسوس أو دبرا  وفي فرج الصغير والميت وجه ضعيف وفي الدبر قول شاذ أنه لا ينتقض  والمراد بالدبر ملتقى المنفذ
ومس محل الجب ينقض قطعا إن بقي شىء شاخص فإن لم يبق شىء نقض أيضا على الصحيح
ومس الذكر المقطوع والأشل والمس باليد الشلاء وناسيا ناقض على الصحيح
ولا ينقض مس دبر البهيمة قطعا ولا قبلها على الجديد المشهور
Wudhu menjadi batal sebab seseorang menyentuh alat kelamin manusia dengan tangan bagian dalamnya, baik alat kelaminnya sendiri maupun milik orang lain, laki-laki maupun perempuan, masih anak-anak atau sudah dewasa, sudah mati atau masih hidup, dan yang disentuh bagian alat kelamin maupun anus. Mengenai menyentuh vagina anak kecil dan orang yang meninggal terdapat Wajh yang dho’if. Sedang sentuhan di bagian anus juga terdapat Qaul yang aneh, yaitu tidak membatalkan wudhu. Maksud anus di sini adalah lubang keluarnya fases (tinja).
Apabila seseorang menyentuh lobang anus karena sesuatu yang tertinggal, maka secara pasti wudhunya batal. Dan jika tidak ada sesuatu yang tertinggal, maka menurut Qaul yang shahih wudhunya juga batal.
Menyentuh dzakar yang terpotong dan impoten, atau menyentuh dengan tangan yang lumpuh atau melakukannya karena lupa juga membatalkan wudhu menurut Qaul yang shahih.
Menyentuh anus binatang secara pasti tidak membatalkan wudhu, begitu pula menyentuh alat kelaminnya menurut pendapat Imam Asy-Syafi’i yang lama (Qaul Qadim) yang masyhur.
[Raudhatuth Thalibin 1/46 (1/215)].

Kesimpulan :
Mayorutas ulama berpendapat bahwa menyentuh kemaluan dan dubur tanpa alas, baik laki-laki maupun perempuan, membatalkan wudhu.

Wallahu a’lam.

Sumber rujukan :
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, 2002.
-Imam Nawawi Raudhatuth Thalibin, Pustaka Azzam, Jakarta, 2007.



*Slawi, Maret 2011

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...